Mjnews.id – Anggota DPR RI, Firman Soebagyo meminta kepada para hakim MK (Mahkamah Konstitusi) untuk tetap menjaga independensi. Jangan membuat statement di publik, yang bukan menjadi ranah materi pokok dalam Judicial Review (JR) di Mahkamah Konstitusi. Bukan domain hakim MK beropini itu, seperti syarat bacaleg dari partai politik.
Hal ini dikatakan Firman Soebagyo merespon komentar dari salah satu Hakim MK menanggapi pernyataan saksi ahli dihadirkan dalam sidang Titi Anggraini mengusulkan agar semua kader parpol direkrut dilakukan tiga tahun sebelum Pemilu bukan materi pokok dalam gugatan JR tentang sistem pemilu terbuka dan tertutup masih dalam proses persidangan.
Menurut pendapat dan pandangan Firman, para hakim harus bisa menyampaikan kepada saksi ahli bahwa disampaikan saksi ahli bukan ranah dalam pokok materi gugatan.
“Saya justru bertanya-tanya kenapa hakim MK itu selalu merespon pendapat ahli bukan menjadi pokok materi gugatan JR di MK. Seperti usulan saksi ahli tentang caleg harus anggota partai tiga tahun, itu bukan pokok materi JR di MK dan saya khawatirkan para hakim mulai berani buat statement di media dan publik tekait gugatan JR proses pemilu terbuka atau tertutup,” kata Firman kepada wartawan, Sabtu 20 Mei 2023.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mengingatkan, agar Hakim MK tetap saja melakukan tugasnya beracara. Hakim, menurutnya, tidak boleh memberikan opini publik karena proses peradilan masih berjalan dan apapun diputuskan akan mengikat final and binding sesuai kewenangannya.
“Yang perlu menjadi perhatian para hakim adalah keputusan akan diputuskan jangan sampai menganggu jalannya proses Pemilu sedang berjalan karena kalau sampai menganggu akan menimbulkan kegaduhan politik dan akan merepotkan tahapan peoses pemilu tinggal beberapa bulan lagi,” ujar Firman.
Firman melanjutkan, Pemilu adalah pesta demokrasi harus diikuti semua parpol, harusnya jangan ada keputusan-keputusan bisa menimbulkan kegaduhan politik dan memberikan kesempatan hak politik kepada rakyat secara langsung sesuai amanat konstitusi dimana rakyat itu punya hak dipilih, rakyat itu punya memilih dan rakyat itu punya hak untuk dicalonkan dan mencalonkan. Jadi tidak ada pembatasan-pembatasan lamanya menjadi anggota parpol atau apapun.
“Jadi tidak boleh ada lagi keputusan-keputusan menimbulkan kegaduhan dalam proses pemilu ini,” tegas anggota Baleg DPR ini.
Oleh karena itu, Firman menyakinkan bahwa sistem terbuka masih terbaik, namun baik sistem terbuka dan tertutup, dua-duanya perlu dilakukan kajian kembali untuk pelaksanaan pemilu akan datang, di tahun 2029, bukan untuk sekarang. Nah, untuk mengkaji itu perlu kehati-hatian karena harus melibatkan semua pihak, karena ini menyangkut hak rakyat.
“Dalam konstitusi itu sudah jelas dan harus dilihat secara cermat, dan objektif agar tidak ada diskriminasi dalam keputusannya,” jelas legislator dapil Jateng Tiga meliputi Pati, Rembang dan Gerobogan ini.
(*/eki)