Mjnews.id – Panitia Perancang Undang-Undang/PPUU DPD RI sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pengelolaan Sumber Daya Alam (SPSDA). Untuk itu, PPUU telah melakukan sejumlah kegiatan untuk mengumpulkan masukan dan menginventarisasi materi yang relevan dan valid dari para pemangku kepentingan (stakeholder).
Ketua PPUU DPD RI, Dedi Iskandar Batubara, menyatakan bahwa RUU ini merupakan inisiatif dari DPD RI dan saat ini sedang disusun oleh PPUU. Oleh karena itu, mereka meminta masukan dan menginventarisasi materi baik dari tingkat pusat maupun daerah guna memperkuat rumusan kebijakan terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) nasional.
PPUU juga telah melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap undang-undang yang terkait dengan SDA. Dalam kegiatan tersebut, mereka menemukan bahwa beberapa pengaturan dalam undang-undang terkait pengelolaan SDA tidak lagi sesuai dengan perkembangan sosial dan dinamika global yang terjadi saat ini. Selain itu, perubahan akibat diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja juga menimbulkan ketidakharmonisan dalam pengaturan perundang-undangan.
Dedi mengkritisi penarikan kewenangan perizinan dari daerah ke pusat yang bertentangan dengan semangat otonomi daerah yang selama ini dikembangkan. Menurutnya, hal tersebut berpotensi mengarahkan Indonesia ke arah negara yang sentralistik berdasarkan UU Cipta Kerja.
Selain itu, Dedi juga menyebutkan bahwa Pasal 128A dalam Undang-Undang Minerba memberikan insentif berlebihan berupa penerapan royalti sebesar 0 persen bagi pengusaha batubara yang melakukan peningkatan nilai tambang. Hal ini diprediksi akan mengakibatkan penurunan drastis Dana Bagi Hasil (DBH) minerba yang diterima oleh daerah.
Dedi berpendapat bahwa dengan adanya izin tambang seumur hidup dan royalti 0 persen, daerah hanya akan mendapatkan dampak buruk berupa lubang tambang dan bencana.