Mjnews.id – Pada Kamis 31 Agustus 2023, Kepala Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Sumatera Barat, Reti Wafda, diundang dan mengikuti pembahasan Revisi Permen KP (Kelautan dan Perikanan) tentang migrasi perizinan alat tangkap yang digunakan nelayan.
“Baik perizinan operasional bobot Gros Ton (GT) kapal, batas Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) serta izin penggunaan rongga jaring nelayan,” kata Kabid Tangkap DKP Sumbar, Sandy Waldi, saat dijumpai di kantornya, kemarin.
Menurut Sandy Waldi pula, kapal nelayan yang telah terdata di Sumatera Barat sebanyak 700 kapal nelayan, serta dugaan sekira 300 unit kapal nelayan belum terdata secara aktif, melaut.
Diperkirakan sebanyak 1 ribu kapal nelayan telah ikut melaut di perairan zone provinsi, kabupaten dan kota, serta di ZEEI lepas 12 mil lebih.
Disebutkannya, Kadis DKP Sumbar, Reti Wafda diundang Kementerian Kelautan Perikanan di Bogor guna membahas finalisasi revisi aturan penggunaan alat tangkap, izin operasional kapal serta migrasi penyesuaian perizinan terkait dengan batas finalisasi perizinan migrasi melaut nelayan sampai per 31 Desember 2023.
“Sehingga yang terkait dengan perizinan Kementerian KP, seyogianya nelayan tak mengikuti kearifan lokal, di saat ada razia dari Pol Airut, dan Bakamla atau sejenisnya, maka nelayan akan berhadapan dengan sanksi aturan,” katanya.
Dijelaskan Sandy Waldi, kapal nelayan dengan bobotan 5 Gros Ton (GT) ke atas, urusan perizinannya di Kementerian KP pusat, di bawah 5 GT urusan perizinannya di propinsi.
Begitu juga daya jangkau melaut nelayan dengan memasuki perairan laut ZEEI melebihi 12 mil maka perizinan melaut diterbitkan oleh propinsi, tetapi melaut memasuki perairan melebihi dari 12 mil maka perizinannya dikeluarkan oleh Kementerian KP. Dan, di bawah 12 mil nelayan melaut perizinan melaut nelayan diterbitkan propinsi melalui teknis perizinan DKP Sumbar dengan perizinan oleh DPM PT SP propinsi ini.
Selanjutnya, melaut yang hanya memasuki perairan laut 4 mil dikeluarkan kabupaten dan kota.
Terkait ini, walau pun melautnya menggunakan kapal nelayan di bawah 5 GT kapal nelayan tetapi memasuki perairan laut melebihi dari 12 mil maka perizinan operasional kapal nelayan tersebut dikeluarkan oleh Kementerian KP, dan serta tak tersebut pula bahwa kapal nelayan menggunakan 5 GT tetapi melautnya dalam perairan 12 mil tetap saja perizinan operasional kapal tersebut dikeluarkan oleh Kementerian KP.
“Begitu juga terhadap kapal nelayan melaut di dalam ZEEI 4 mil maka izin operasional kapal nelayan tetap dikeluarkan oleh Kementerian KP pusat,” ungkap Sandy Waldi.
“Sekarang Kementerian KP sedang merevisi Permen KP terkait masalah perizinan melaut memasuki perairan laut dengan batas ZEEI serta peralatan tangkap dan perizinan operasional kapal bobot GT kepal nelayan”, imbuhnya.
“Termasuk perizinan penggunaan alat tangkap ikan menggunakan rongga jaring 4 mili perizinannya di Kementerian KP pusat, serta menggunakan alat tangkap dengan rongga jaring yang hanya 2 mili perizinannya di propinsi.
Tetapi, nelayan lebih cenderung menggunakan rongga jaring 4 mili, lebih bagus ikan yang didapat karena semua ikan segar dan bermanfaat. Tetapi juga, dengan rongga jaring 2 mili ikan banyak jadi korban alat tangkap, terkadang ikan tak pula bermanfaat.
“Sebab, ikannya sering rusak. Saat melepaskan ikan dari rongga jaring, lebih banyak ikannya rusak sehingga konsumen ikan tak mau beli ikan yang telah rusak atau ikan jadi membusuk sampai di pantai”, pungkasnya.
(Obral)