Kabupaten DharmasrayaOpini

Kominfo Dharmasraya, Antara Arah Kebijakan dan Kepentingan Siapa?

2782
Bupati Dharmasraya, Annisa Suci Ramadhani, Sekda Jasman Rizal, dan Kabid Kominfo Amrizal
Bupati Dharmasraya, Annisa Suci Ramadhani, Sekda Jasman Rizal, dan Kabid Kominfo Amrizal. (f/ist)

Dharmasraya hari ini patut bertanya ke mana arah kebijakan Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sejak Kabupaten Dharmasraya dipimpin Bupati Annisa Suci Ramadhani? Sebagai institusi yang mestinya menjadi jembatan antara pemerintah dengan publik, khususnya dengan insan pers, Kominfo justru menimbulkan tanda tanya besar.

Oleh: Sutan Sari Alam

Mjnews.id – Alih-alih mengokohkan ekosistem jurnalisme yang sehat, transparan, dan berimbang, kebijakan yang diambil justru terasa timpang, diskriminatif, dan penuh aroma kepentingan.

ADVERTISEMENT

Kominfo seharusnya berdiri di atas semua media, tanpa pandang bulu. Tugas utamanya bukan hanya soal distribusi anggaran, melainkan menjaga keberagaman suara pers agar tetap hidup sebagai pilar demokrasi di bumi Ranah Cati Nan Tigo.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Sebagian media diguyur anggaran hingga Rp3 juta per bulan, sebagian hanya Rp1,5 juta, dan lebih banyak lagi terpaksa menerima Rp600 ribu per bulan. Kesenjangan ini bukan sekadar angka, tetapi simbol dari ketidakadilan yang mencolok mata.

Pertanyaan mendasar pun mengemuka, apa dasar dari perbedaan ini? Apakah kualitas jurnalistik yang dijadikan ukuran? Apakah jangkauan pembaca menjadi pertimbangan? Atau sekadar karena faktor kedekatan personal dengan pengambil kebijakan?

Tanpa kriteria yang jelas, masyarakat berhak curiga bahwa kebijakan ini hanya berpihak pada segelintir kelompok, bukan pada kepentingan umum.

Lebih ironis lagi, Kominfo diduga mengabaikan amanat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). DPRD sudah menitipkan anggaran Rp200 juta untuk insan pers, dengan maksud mulia meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) jurnalis Dharmasraya.

Anggaran itu sejatinya adalah bentuk sinergi antara legislatif dengan insan pers, sebuah komitmen agar wartawan lokal mampu bekerja lebih profesional dan berdaya saing. Tetapi apa lacur? Sampai hari ini, program yang dijanjikan tak kunjung berjalan.

Maka, wajar masyarakat bertanya ke mana perginya uang tersebut? Untuk siapa digunakan? Atau barangkali telah “berpindah” ke pos-pos lain yang tidak pernah disampaikan ke publik? Pertanyaan ini semakin relevan ketika Kominfo sendiri terlihat tak memiliki transparansi dalam pengelolaan anggaran.

Dalam adat Minangkabau dikenal pepatah, “Adil ka nan bana, luruih ka nan tarang, jo luruih tampak samo, jo bengkok tampak bana.” Artinya, keadilan itu harus nyata dan bisa dirasakan semua orang.

Jika Kominfo hanya membagi berdasarkan kedekatan, bukan keadilan, maka itu sama saja merusak tatanan yang seharusnya dibangun.


Exit mobile version