iklan pemkab muba
BeritaHukumOpini

Kewenangan Penuntutan: Eksistensi Pasal 35 Ayat (1) Huruf j UU Kejaksaan dan Pasal 51 Ayat (1) UU KPK

1346
×

Kewenangan Penuntutan: Eksistensi Pasal 35 Ayat (1) Huruf j UU Kejaksaan dan Pasal 51 Ayat (1) UU KPK

Sebarkan artikel ini
Suparji
Suparji.

Berdasarkan UU Kejaksaan yang baru yaitu Nomor 11 Tahun 2021 pada pasal 35 ayat (1) huruf j mendelegasikan sebagian kewenangan Penuntutan kepada Penuntut Umum untuk melakukan Penuntutan dan dalam penjelasan pasal a quo “tugas dan wewenang kejaksaan di bidang pidana ditentukan dengan memperhatikan asas single prosecution system, asas eendolbar, dan asas oportunitas.

Oleh : Suparji

Mjnews.id – Pendelegasian kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung Kepada Penuntut Umum harus sejalan dengan kebijakan penegakan hukum yang telah ditetapkan oleh Jaksa Agung selaku pemilik Tunggal kewenangan penuntutan.

Pada sisi lain, dalam UU KPK nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 51 ayat (1) terkait dengan penuntutan yang berbunyi “Penuntut adalah Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi”.

Kedua ketentuan tersebut perlu dikaji eksitensinya, baik dari sisi administrasi dan asas single prosecution system, di mana Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi yang tertuang dalam UU Kejaksaan yang baru.

Permasalahan

Pengkajian ini penting, karena menimbulkan permasalahan dalam penuntutan di Indonesia, antara lain Kejaksaan dan KPK masing-masing melakukan penuntutan secara sendiri-sendiri sehingga mengakibatkan disparitas penuntutan perkara pidana, yakni penerapan hukum yang berbeda-beda dalam perkara pidana.

Pembahasan

1. Pemberantasan Korupsi

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat.

Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain bukanlah merupakan sebuah negara yang sejahtera. Mengapa demikian?

Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.

Korupsi di Indonesia merupakan penyakit sosial yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan kekuasaan.

Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau bangsa ingin maju, maka korupsi harus diberantas sampai tuntas. Jika tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

Indonesia adalah negara hukum yang demokratis, karena Indonesia negara berdasarkan atas hukum yang mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi. Namun, bukan hukumnya itu yang demokratis tapi adalah negara hukum yang melandasi nilai-nilai demokrasi.

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 membawa pengaruh dalam pembatasan kekuasaan kehakiman Presiden. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur dalam bab IX, yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. Kekuasaan kehakiman yang merdeka dimaksudkan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

Kejaksaan merupakan lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan negara berdasarkan Undang-Undang. Kejaksaan dalam menjalankan fungsinya yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dilaksanakan secara merdeka.

Pengaturan fungsi Kejaksaan yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman memiliki landasan kedudukan kelembagaan, tugas dan fungsi Kejaksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945, Pasal 38 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 30 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT


ADVERTISEMENT