Jawa TimurParlemen

Proposal Kenegaraan Ketua DPD RI, Akademisi: Solusi Perkuat Sistem Bernegara

259
Lanyalla Dalam Fgd Membedah Proposal Kenegaraan Dpd Ri
LaNyalla dalam FGD Membedah Proposal Kenegaraan DPD RI dengan tema 'Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa' yang diselenggarakan di Meeting Room Tengku Ismail Ya’kub Tower, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Rabu (6/9/2023). (f/dpd)

Mjnews.id – Sejumlah akademisi sependapat dengan gagasan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang dituangkan dalam lima proposal kenegaraan, dalam kerangka menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa.

Proposal kenegaraan yang ditawarkan oleh Ketua DPD RI dianggap sebagai solusi dalam menyempurnakan dan memperkuat sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa.

Hal itu terungkap pada acara Focus Group Discussion (FGD) Membedah Proposal Kenegaraan DPD RI dengan tema ‘Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa’ yang diselenggarakan di Meeting Room Tengku Ismail Ya’kub Tower, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Rabu (6/9/2023).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, Dr Mulyadi yang menjadi salah satu narasumber pada FGD itu menegaskan bahwa proposal kenegaraan itu adalah jalan keluar terbaik bagi Indonesia dalam memperkuat sistem bernegaranya.

“Proposal kenegaraan DPD RI ini masuk akal dan oleh karenanya saya menilai bahwa ini adalah solusi bagi bangsa ini,” kata Mulyadi.

Dikatakan Mulyadi, sistem bernegara yang menempatkan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara itu sampai kini belum pernah diimplementasikan dengan baik dan benar.

“Mulai masa Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, sistem bernegara itu belum pernah diterapkan dengan baik. Pada Era Reformasi malah dihapus dan dirusak total. Sekarang, tentu menjadi tugas kita untuk menyempurnakan dan memperkuat, sekaligus kita implementasikan dengan baik,” kata Mulyadi.

Pengamat Ekonomi-Politik, Dr Ichsanuddin Noorsy menuturkan, rumusan yang ditawarkan oleh DPD RI sejalan dengan kehendak para pendiri bangsa. Dikatakannya, sejak awal memang para pendiri bangsa menolak semua sistem demokrasi yang ada di dunia. “Tidak Liberalisme, tidak pula Komunisme, atau yang lainnya. Itu adalah sistem sendiri, yang digali oleh para pendiri bangsa,” tutur Ichsanuddin. 

Dikatakannya, gerakan Reformasi pada tahun 1998 secara umum mendorong dua tuntutan yakni demokratisasi dan keterbukaan. Namun yang terjadi, Reformasi justru menggulirkan proses demokrasi Liberal yang jauh dari rumusan para pendiri bangsa. 

“Dan tanpa disadari, kita mengunyah renyah demokrasi Liberal yang sudah jelas bertentangan dengan format demokrasi yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa,” tutur Ichsanuddin. Sejak awal, Ichsanuddin menuturkan, para pendiri bangsa mempraktikkan musyawarah mufakat dalam setiap mengambil keputusan. “Para pendiri bangsa kita sudah mempraktikkan musyawarah mufakat yang menjadi identitas bangsa ini,” tutur Ichsanuddin.

Saat ini, ia melanjutkan, yang menjadi pertanyaan mendasar adalah siapa pelaksana kedaulatan rakyat setelah MPR tak lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara. Menurut Ichsanuddin, jika ditelisik lebih lanjut, ternyata partai politik ini yang menguasai Republik.

“Arah perjalanan bangsa hanya dikendalikan oleh partai politik. Apakah mereka pelaksana kedaulatan rakyat? Karena faktanya terjadi pergeseran kedaulatan rakyat,” tuturnya.

Exit mobile version