Tarakan, Mjnews.id – Sejauh ini Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) telah mengajukan Calon Daerah Otonom Baru (CDOB) yang terdiri dari Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan (Kabudayan), Kabupaten Krayan, Kabupaten Sebatik, Kabupaten Apau Kayan dan Kota Tanjung Selor.
Bak cinta bertepuk sebelah tangan, upaya pengajuan DOB di Kaltara tak kunjung berbuah hasil lantaran Pemerintah Pusat masih saja tidak bergeming, tetap dengan kebijakannya melakukan moratorium pemekaran daerah.
Sementara itu, pembangunan di berbagai wilayah di Kaltara terutama di perbatasan masih terus gencar dilakukan baik oleh Pemprov Kaltara maupun Pemerintah Pusat dalam bentuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
Sayangnya, pembangunan infrastruktur itu cenderung terkendala banyak hal. Dalam siaran persnya yang dirilis pada Minggu (8/5/2022), Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD R), Fernando Sinaga menyayangkan terkendalanya sejumlah pembangunan infrastruktur sehingga ketidakadilan pembangunan di Kaltara terus saja terjadi.
“Saya saat ini sedang reses, banyak membahas soal pemekaran daerah dengan warga konstituen saya. Mereka mengeluhkan soal sulitnya akses di perbatasan, sehingga butuh pengembangan bandara perintis Long Alangu. Kemudian akses transportasi darat yang tak kunjung selesai pembangunannya membuat harga sembako tidak stabil dan ketergantungan kita terhadap Malaysia semakin tinggi”, ujar Fernando.
Fernando yang berasal dari daerah pemilihan Provinsi Kaltara ini menjelaskan, pemekaran daerah di Kaltara diyakini akan mempercepat pembangunan infrastruktur di wilayah–wilayah perbatasan yang selama ini sulit terjangkau.
“Pembentukan Kabupaten dan Kota sebagai daerah otonom baru di Kaltara dapat mendekatkan pelayanan publik pemerintah sehingga percepatan pembangunan infrastruktur bisa terwujud. Saya minta Pemerintah Pusat terutama Kemendagri merubah pola pikirnya. Pemekaran daerah di Kaltara bukan proyek politik, ini adalah kebutuhan riil yang obyektif dari masyarakat”, tegasnya.
Fernando meminta Kemendagri menyadari bahwa banyaknya tuntutan pemekaran daerah sesungguhnya dilatarbelakangi oleh praktek ketidakadilan pembangunan yang selama ini terjadi, termasuk di Provinsi Kaltara.
“Pemekaran daerah itu harus dimaknai sebagai pengembangan wilayah agar warga bisa sejahtera. Pemerintah pusat jangan terlalu melihat dari aspek untung rugi belanja negara saja”, tegas Anggota Badan Sosialisasi MPR RI ini.
(rls/dpd)