BeritaParlemen

Indonesia Perlu Siaga Memasuki Tahap Krisis Ketahanan Pangan

332
×

Indonesia Perlu Siaga Memasuki Tahap Krisis Ketahanan Pangan

Sebarkan artikel ini
Komite II DPD RI gelar rapat dengar pendapat umum bersama pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB)
Komite II DPD RI gelar rapat dengar pendapat umum bersama pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). (f/dpd)

Mjnews.id – Lakukan tugas pengawasan UU tentang Pangan terkait ketahanan pangan, menghadapi tantangan perubahan iklim, gangguan rantai pasok global, serta ketergantungan pada impor, Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI gelar rapat dengar pendapat umum bersama pakar pangan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), di Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa 15 Oktober 2024.

RDPU ini dilakukan dalam rangka Inventarisasi Masalah Pengawasan Atas UU Nomor 18/2012 tentang Pangan serta Perubahannya dalam UU Nomor 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

“Seluruh masukan dalam RDPU ini akan dicatat dan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rekomendasi kebijakan serta strategi pengawasan yang lebih tepat sasaran,” ucap Ketua Komite II Badikenita Br Sitepu bersama Wakil Ketua Komite II Angelius Wake Kako, A. Abd Waris Halid dan La Ode Umar Bonte membuka rapat tersebut.

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, IPB University, Widiatmaka menyoroti dan memberikan masukan terkait implementasi UU Nomor 18/2012 tentang Pangan.

UU tentang Pangan ini, menurut Widiatmaka, memiliki cakupan yang luas, mencakup ketahanan pangan, hak atas pangan, keamanan pangan, diversifikasi pangan, pengelolaan sumber daya manusia, serta perlindungan bagi produsen pangan.

“UU ini juga menetapkan peran pemerintah dan masyarakat dalam menjaga sistem pangan yang berkelanjutan, serta mekanisme pengawasan dan sanksi hukum yang jelas,” beber Widiatmaka.

Widiatmaka melanjutkan, UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan lebih berfokus pada ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan serta perlindungan bagi petani dan produsen lokal, sementara UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja lebih menekankan kemudahan investasi dan deregulasi dalam sektor agrikultura dan pangan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.

“Rincian pasal-pasal tersebut dapat disempurnakan agar lebih adaptif terhadap tantangan masa depan, termasuk perubahan iklim, teknologi pangan, dan ketahanan pangan nasional,” lanjutnya.

Senada itu, Pakar Ketahanan Pangan IPB Irman Firmansyah menuturkan bahwa pemerintah harus menaruh perhatian kepada implementasi ketahanan pangan terhadap ekosistem, sosial dan budaya, sistem air, energi, dan pangan, serta ecological footprint di Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah perlu menstimulus kaum milenial untuk dapat berkontribusi dan terjun langsung dalam dunia pertanian.

Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong kemudahan akses pendanaan bagi petani kecil, pengembangan pangan lokal pengganti beras seperti jagung, ubi kayu, dan sorgum (Diversifikasi pangan).

“Dibutuhkan alat akuntansi untuk memperkirakan konsumsi sumber daya dan asimilasi limbah dari populasi manusia atau ekonomi yang ditentukan dalam satuan luas lahan produktif yang sesuai,” jelasnya.

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT


ADVERTISEMENT