Internasional

AS Tolak Resolusi Gencatan Senjata Gaza

99
Ilustrasi. Sidang Dewan Keamanan Pbb
Ilustrasi. Sidang Dewan Keamanan PBB. (f/ist)

Mjnews.id – Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menggelar rapat soal kondisi Jalur Gaza dan menghasilkan resolusi penghentian perang Israel-Palestina untuk lokasi tersebut.

Amerika Serikat (AS) menggunakan haknya selaku anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB yakni veto. Resolusi untuk damai di Gaza pun batal.

Rapat DK PBB untuk menghasilkan resolusi bagi perdamaian di Gaza ini merupakan hasil dari upaya bersurat dari Sekjen PBB Antonio Guterres. Bila Israel menjadikan serangan Hamas 7 Oktober lalu sebagai legitimasi pembantaian di Gaza, Guterres tidak bisa menerima argumentasi semacam itu. Maka Guterres bersurat ke Presiden DK PBB agar segera ada resolusi gencatan senjata.

Dilansir The Associated Press (AP), Sabtu (9/12/2023), rapat DK PBB yang menghasilakn resolusi digelar pada Jumat (8/12/2023) waktu setempat. DK PBB menilai jeda kemanusiaan adalah hal yang sangat perlu bagi Gaza agar korban sipil dan kehancuran tidak terus bertambah.

Voting dilakukan untuk menghasilkan resolusi. Dari 15 anggota DK PBB, sebanyak 13 anggota setuju resolusi untuk gencatan senjata di Gaza, 1 negara yakni Inggris abstain, 1 negara yakni AS menggunakan hak vetonya untuk menolak resolusi itu. Mentah sudah hasil rapat itu.

Dalam rapat, sekutu AS yakni Jepang dan Prancis ternyata menyetujui resolusi DK PBB untuk gencatan senjata di Gaza. Melawan sikap AS, pihak kementerian luar negeri dari Mesir, Yordania, Otoritas Palestina, Qatar, Arab Saudi, dan Turki sudah di Washington DC untuk bertemu Menlu AS, Antony Blinken.

Dalam voting di DK PBB, diplomat-diplomat Arab mengemukakan agar tanggung jawab untuk masalah Gaza perlu dilimpahkan ke AS. Tujuannya, agar AS menahan sikap Israel agar tak terus menyerang Gaza.

Wakil Duta Besar AS, Robert Wood menyebut resolusi tersebut “tidak seimbang” dan mengkritik dewan tersebut setelah pemungutan suara atas kegagalannya mengutuk serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar warga sipil, atau mengakui hak Israel untuk membela diri.

Dia menyatakan bahwa menghentikan aksi militer akan memungkinkan Hamas untuk terus memerintah Gaza dan “hanya menanam benih untuk perang berikutnya. “Hamas tidak mempunyai keinginan untuk melihat perdamaian yang bertahan lama, untuk melihat solusi dua negara,” kata Wood sebelum pemungutan suara.

“Oleh karena itu, meskipun Amerika Serikat sangat mendukung perdamaian yang langgeng, di mana baik warga Israel maupun Palestina dapat hidup dalam damai dan aman, kami tidak mendukung seruan untuk segera melakukan gencatan senjata,” katanya.

Aksi militer Israel telah menewaskan lebih dari 17.400 orang di Gaza – 70 persen di antaranya perempuan dan anak-anak – dan melukai lebih dari 46.000 orang, menurut Kementerian Kesehatan wilayah Palestina, banyak orang lainnya terjebak di bawah reruntuhan. Kementerian tidak membedakan antara kematian warga sipil dan kombatan.

Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky menyebut pemungutan suara tersebut sebagai “salah satu hari paling kelam dalam sejarah Timur Tengah” dan menuduh AS menjatuhkan “hukuman mati terhadap ribuan, bahkan puluhan ribu warga sipil di Palestina dan Israel, termasuk wanita dan anak-anak.

Dia mengatakan, “sejarah akan menilai tindakan Washington” dalam menghadapi apa yang disebutnya “pertumpahan darah Israel tanpa ampun.”

(***)

Exit mobile version