Opini

AI dan Media Sosial: Ketika Algoritma Mengatur Emosi Gen Z

31
×

AI dan Media Sosial: Ketika Algoritma Mengatur Emosi Gen Z

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Ketika Algoritma Mengatur Emosi Gen Z
Ilustrasi.

Generasi Z (Gen Z) Indonesia adalah generasi yang tumbuh bersama algoritma. Sejak bangun tidur hingga sebelum tidur lagi, hampir setiap detik hidup mereka bersinggungan dengan sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) — mulai dari rekomendasi video TikTok, filter wajah di Instagram, hingga chatbot yang bisa diajak berbincang.

Oleh: Henni Haris Rifai

Mjnews.id – Teknologi yang semula dirancang untuk memudahkan hidup kini perlahan membentuk cara berpikir, merasa, dan berinteraksi anak muda.

ADVERTISEMENT

Pertanyaannya: seberapa jauh AI di media sosial mempengaruhi kesehatan psikologis generasi ini?

Menurut laporan Digital 2024: Indonesia, terdapat 221 juta pengguna internet dan 139 juta pengguna media sosial aktif di Indonesia. Mayoritasnya adalah Gen Z — mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012. Generasi ini menjadi pengguna paling aktif di dunia digital, di mana hampir semua interaksi sosial mereka dimediasi oleh algoritma.

Setiap kali seseorang menyukai video, membagikan unggahan, atau mengetik komentar, sistem AI merekam pola tersebut untuk menentukan konten berikutnya yang akan muncul di layar. Akibatnya, tiap individu hidup dalam “gelembung digital” yang sangat personal — dan sering kali memperkuat emosi yang sedang mereka rasakan.

Tidak sedikit anak muda yang kini merasa hidupnya kurang menarik setelah melihat unggahan orang lain di media sosial. Rasa cemas, iri, dan tekanan untuk tampil sempurna menjadi efek domino dari algoritma yang hanya menampilkan citra terbaik manusia.

Fenomena ini dikenal sebagai echo chamber effect, yaitu ketika sistem AI memperkuat pandangan atau emosi tertentu hingga seseorang terperangkap dalam pola pikir yang sempit. Akibatnya, banyak Gen Z yang tanpa sadar membandingkan hidup nyata mereka dengan versi “ideal” yang dikurasi algoritma.

Dampak psikologis dari hal ini mulai terlihat. Survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) tahun 2022 menemukan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental — setara dengan 15,5 juta remaja.

Meski penyebabnya tidak tunggal, para psikolog menilai bahwa media sosial berperan signifikan dalam meningkatkan tekanan emosional.

Menurut Dr. Mira Sasmita, psikolog klinis dari Universitas Indonesia, AI di media sosial bekerja seperti cermin yang hanya memantulkan versi terbaik orang lain. Akibatnya, banyak anak muda membandingkan diri dengan ilusi digital yang diciptakan algoritma.

Selain menimbulkan kecemasan sosial, AI juga mempengaruhi cara otak Gen Z memproses perhatian. Platform seperti TikTok dan YouTube Shorts dirancang untuk menampilkan video berdurasi pendek yang memicu reaksi cepat. Hal ini membuat pengguna terbiasa pada gratifikasi instan — kesenangan sesaat yang membuat sulit untuk fokus pada hal-hal jangka panjang.

Beberapa pendidik di Indonesia melaporkan bahwa siswa kini lebih cepat bosan saat belajar tanpa elemen visual yang bergerak, menandakan gejala fragmentasi perhatian akibat konsumsi konten cepat secara terus-menerus.

Baca berita Mjnews.id lainnya di Google News

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT