Jawa TimurParlemenReligi

Halaqah Fiqih Peradaban, Nasionalisme Bukan Fanatisme

204
×

Halaqah Fiqih Peradaban, Nasionalisme Bukan Fanatisme

Sebarkan artikel ini
Halaqah Fiqih Peradaban
Halaqah Fiqih Peradaban.

Islam sendiri, dalam pandangan Gus Hilmy, tidak memiliki satu sistem pemerintah tertentu. Namun di Indonesia, sistem demokrasi yang dianut diadopsi sebagai sistem negara tetapi didasari dengan keagamaan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan. Islam juga tidak memiliki konsep nation state. 

“Meski tidak memiliki konsep sistem kenegaraan, tetapi Islam memberikan syarat-syarat bagi suatu kepemimpinan. Misalnya dilakukan dengan yang adil dan amanah, melalui pengambilan keputusan yang dihasilkan dari musyawarah, dan tujuannya adalah untuk kesejahteraan masyarakat,” jelas pria yang juga pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat tersebut.

ADVERTISEMENT

Banner Pemkab Muba

Di sisi lain, Gus Hilmy melihat bahwa NU melalui Muktamar 32 di Makassar, memungkinkan melakukan penyerapan hukum Islam dalam hukum negara melalui tiga cara, yaitu formalisasi, substansi, esensial (jauhariyah).

“Formalisasi berarti menjadikan hukum syariat sebagai hukum formal negara, seperti haji , zakat , dan sebagainya. Sementara substansi berarti larangan di dalam agama dijadikan aturan meskipun tidak menggunakan istilah agama, seperti larangan narkoba, pornografi, dan sebagainya. Dan yang terakhir adalah esensial, seperti hukum yang ada di masyarakat meski tidak tertulis dan formal. Ketiganya menjadi urutan penerapan hukum kita,” ungkap Gus Hilmy.

Hadir dalam kesempatan yang sama, Dr. (HC) KH. Afifuddin Muhajir, M. Ag. membeberkan dasar-dasar agama Islam dan dasar-dasar penerimaan politik dalam Islam. Menurutnya, tasawuf memberikan kontribusi yang cukup tinggi pada agama sehingga banyak orang yang memeluk Islam jalur ini. Namun, dari setiap dasar-dasar agama itu, yang paling dominan adalah ajaran syariat. Syariat ada yang merupakan hukum mati, ada pula yang berpotensi beradaptasi. Ini merupakan karakter fikih. Sementara di dalam fikih, terdapat fikih muamalat dan fikih ibadah. Politik berada dalam fikih muamalat. 

“Politik adalah setiap aktivitas atau kebijakan yang menggiring manusia ke dalam kemaslahatan dan menjauhkan manusia dari kemafsadatan meski tidak ditunjukkan oleh Nabi Muhammad maupun wahyu Allah,” jelas pria yang juga pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Asembagus, Situbondo, tersebut.

Di antara sikap politik seorang muslim di Indonesia adalah menerima Pancasila sebagai bagian dari kehidupan beragama. Pada awalnya, Pancasila sebagai asas berorganisasi memang penuh polemik, tetapi Pancasila adalah kebaikan, isinya baik, dan membawa pada kebaikan.

“Dalam menerima Pancasila, ada tiga kategori, yaitu Pancasila tidak bertentangan dengan syariah, Pancasila sesuai syariah, Pancasila ya syariah itu sendiri,” ujar pria yang juga sebagai Rais Syuriah PBNU tersebut.

Kiai Afif menjelaskan bahwa tidak bertentangan karena memang tidak ditemukan dalilnya dalam ayat-ayat al-Qur’an, sesuai syariah karena memang ditemukan dalilnya dalam syariah, dan Pancasila juga menjadi cerminan syariah itu sendiri.

(DPD/eds)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT