banner pemkab muba
Sumatera Barat

KPK Ingatkan Gubernur Sumbar soal Surat Permintaan Sumbangan

84
×

KPK Ingatkan Gubernur Sumbar soal Surat Permintaan Sumbangan

Sebarkan artikel ini
Tiga dus berisi surat permintaan sumbangan Gubernur Sumbar
Tiga dus berisi surat permintaan sumbangan Gubernur Sumbar. (detikcom)

Jakarta, MJNews.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut berbicara perihal surat permintaan sumbangan penerbitan buku yang diteken oleh Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah. KPK mengingatkan Mahyeldi untuk menghindari perbuatan yang tergolong gratifikasi.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada pegawai negeri (Pn) dan Penyelenggara Negara (PN) untuk menghindari perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang dilarang,” kata Plt Juru Bicara Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding kepada wartawan, Minggu 22 Agustus 2021.
Ipi menerangkan permintaan atau pemberian sumbangan pegawai negeri untuk kepentingan pribadi maupun mengatasnamakan institusi negara merupakan perbuatan yang dilarang dan bisa berimplikasi pada tindakan korupsi. Tak hanya itu, perbuatan itupun dapat menimbulkan konflik kepentingan dan bertentangan dengan kode etik.
“Karenanya, KPK mengingatkan kepada kepala daerah maupun Pn/PN lainnya untuk tidak melakukan perbuatan meminta, memberi, ataupun menerima sumbangan, hadiah dan bentuk lainnya yang dapat dikategorikan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, baik yang diberikan atau diterima secara langsung maupun yang disamarkan dalam berbagai bentuk. Perbuatan tersebut dilarang karena dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik, serta memiliki risiko sanksi pidana,” ucap Ipi yang dikutip detikcom.
Ipi mengatakan KPK telah mengingatkan kepada pimpinan lembaga/kementerian/pemerintah daerah dan lainnya tentang surat edaran pengendalian gratifikasi. Dalam SE itu, telah tertuang larangan gratifikasi untuk mencegah terjadinya korupsi.
“KPK dalam Surat Edarannya tentang Pengendalian Gratifikasi telah mengingatkan kepada para pimpinan kementerian/lembaga/organisasi/pemerintah daerah dan BUMN/BUMD, serta pimpinan asosiasi/perusahaan/korporasi, juga seluruh pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk menghindari gratifikasi dan patuh terhadap ketentuan hukum yang berlaku demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Ipi mengatakan pegawai negeri dilarang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan serta berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Ancaman pidananya, kata Ipi, antara 4 hingga 20 tahun penjara dan denda sampai Rp 1 miliar.
“Pegawai negeri dan penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Gratifikasi tersebut dianggap pemberian suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman pidananya yaitu 4 sampai 20 tahun penjara dan denda dari Rp 200 Juta hingga Rp 1 miliar,” ungkapnya.
Kemendagri sebelumnya bakal mengecek surat permintaan sumbangan bertanda tangan Gubernur Sumbar Mahyeldi untuk penerbitan buku yang bikin heboh. Selaras dengan itu, Polri menyatakan Polda Sumbar akan menyelidiki soal surat sumbangan Gubernur Sumbar Mahyeldi.
“Polda Sumbar yang akan menyelidiki kalau memang benar peristiwa tersebut,” ujar Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dimintai konfirmasi, Sabtu 21 Agustus 2021.
Surat itu berisi permintaan sumbangan untuk penerbitan buku profil ‘Sumatera Barat Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan’. Polisi kemudian mengungkapkan duit dari sumbangan itu masuk ke rekening pribadi, tanpa menyebut siapa pemilik rekening itu.
 
Korban
Surat permintaan sumbangan yang ditandatangani Gubernur Mahyeldi, untuk penerbitan buku profil itu belum seluruhnya tersebar. Namun demikian, sudah ada beberapa pihak yang menjadi korban karena sudah mentransfer sejumlah uang. Total uang yang sudah ditransfer mencapai lebih dari Rp 170 Juta.
“Itu baru yang transfer, belum yang menyerahkan uang langsung. Bervariasi besarnya,” kata Kasat Reskrim Polresta Padang, Kompol Rico Fernanda, Minggu 22 Agustus 2021.
Dari dokumen yang diperoleh, ada 21 pihak yang sudah menyetorkan uangnya, dengan besaran bervariasi, antara Rp 8 juta hingga Rp 20 juta. Ada dari perguruan tinggi terkenal hingga kampus kecil, perusahaan swasta, instansi pemerintah dan rumah sakit.
Belakangan, beredar surat yang ditandatangani Gubernur Sumbar, Mahyeldi, yang meminta sumbangan untuk penerbitan buku. Banyaknya surat lebih dari 3 dus. “Ada tiga dus yang belum sempat dikirim atau diberikan kepada orang-orang yang menjadi sasaran sponsor (penerbitan buku),” kata Kasat Rico.
Polisi dalam kasus ini sudah memeriksa 8 saksi. Mereka terdiri dari pejabat Bappeda Provinsi Sumatera Barat, Sekretariat Daerah dan pihak swasta yang dimintai uang.
Namun penyidik kemarin gagal memeriksa seorang saksi yang disebut-sebut sebagai orang dekat Gubernur Sumbar, ‘ES’. Saksi ini diduga mengetahui banyak soal proses munculnya surat yang bikin heboh tersebut.
ES disebut sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Ia diduga menjadi penghubung antara lima orang pihak swasta asal Jawa dan Sulawesi dengan Gubernur Mahyeldi, sehingga dengan leluasa bisa mendapatkan surat berlogo gubernur untuk meminta sumbangan dan sponsorship penerbitan buku.
Polisi mengaku masih akan memeriksa sejumlah pihak lagi. Dari pemeriksaan tersebut nantinya akan didalami perlu atau tidak memeriksa Gubernur Sumbar Mahyeldi.
“Kita belum panggil gubernurnya. Sekarang masih pendalaman dengan memeriksa pihak-pihak terkait dulu, seperti Bappeda, sekretariat daerah dan (ES) orang gubernur,” jelas Kompol Rico.
“Pemeriksaan terhadap gubernur akan bergantung dari hasil perkembangan pemeriksaan saksi-saksi dulu. Apakah perlu memanggil gubernur atau tidak, kita kumpulkan dulu semuanya,” tambah dia.
Apakah surat yang beredar tersebut benar-benar asli? 
“Berdasarkan keterangan saksi dari Bappeda, memang asli dibuat seperti itu. Namun mereka menyerahkan dan menyarankan kembali kepada pimpinannya, sehingga mereka tidak tahu akhir (suratnya) bagaimana,” ungkap Riko.
“Tanda tangannya? untuk tanda tangan mereka juga tidak tahu, karena tidak mengawal sampai surat ditandatangani. Mereka hanya membuat suratnya saja,” tambahnya.
Menurut Rico, pihaknya sempat mengamankan lima orang, karena dicurigai melakukan aksi penipuan dengan menggunakan surat dari Gubernur Sumbar.
Tiga orang berasal dari Jawa, D (46), DS (51), DM (36). Dua lagi, MR (50) dan A (36), berasal dari Makassar.
Saat pemeriksaan, kelima orang ini mengaku melakukan hal serupa tahun 2016 dan 2018. Kala itu, Mahyeldi masih menjabat sebagai Wali Kota Padang.
(***)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT

banner 120x600