Mjnews.id – Penjabat (Pj) Wali Kota Padang, Andree Algamar bersama dengan cucu almarhum Marah Rusli, Dewi Odjar Ratna dan Utami Roesli, meresmikan Jalan Marah Rusli, Senin 5 Agustus 2024.
Jalan Marah Roesli ini berada di Kelurahan Belakang Tangsi, Kecamatan Padang Barat, tepatnya di samping Detasemen Polisi Militer (Denpom) I/4 Padang.
Andree Algamar menceritakan, Marah Rusli adalah salah satu sastrawan Indonesia berdarah Minangkabau. Beliau lahir di Kota Padang 7 Agustus 1889, bertepatan dengan tanggal lahirnya Kota Padang, 7 Agustus 1969.
“Roman Siti Nurbaya menjadi cerita fiksi yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia dan dunia. Karya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia dan Cina dan bahkan telah dibuat film serial televisi yang ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia,” ujar Pj. Wali Kota Padang ini.
Nonton Film Siti Nurbaya
Sementara itu, dua cucu Almarhum Marah Roesli Dr. Utami Roesli SpA, MBA, FABM, IBCLC dan Dra. Dewi Odjar Ratna Komala MM, CPEC, CCEHT, CEHT bersama Penjabat (Pj) Wali Kota Andree Algamar ikut menonton film Siti Nurbaya, bersama guru dan siswa SMP se-Kota Padang.
“Siti Nurbaya bukan hanya sekedar karangan fiksi, tapi jadi karya sastra yang sangat melegenda dan titik awal pelopor kesusastraan Indonesia modern. Bahkan nama Siti Nurbaya ini, sudah diabadikan menjadi nama taman, jembatan, event tahunan, dan masih banyak lagi,” ujarnya.
Usai penayangan film, dilanjutkan dengan seminar bedah novel Siti Nurbaya bersama Penulis dan Jurnalis Senior Hasril Chaniago, Penulis Yusrizal KW, Dosen Sastra Indonesia Universitas Andalas Ivan Adila.
Salah satu cucu Alm Marah Roesli, Dra. Dewi Odjar Ratna Komala MM, CPEC, CCEHT, CEHT menyampaikan rasa bahagianya pada rangkaian momen HJK ke-355 Kota Padang ini. Harapannya, dengan bedah novel dan nonton bersama ini mampu menyampaikan pesan kasih sayang yang tertuang dalam novel Siti Nurbaya kepada generasi penerus.
“Siti Nurbaya yang ditulis oleh kakek saya ini memuat bagaimana pengabdian seorang anak terhadap orang tua, nilai budaya, dan masih banyak lagi. Nilai itulah yang disampaikan melalui novel dengan gaya penulisan sastra era Balai Pustaka saat itu,” tuturnya.
(*/eds)