Nasional

Tegas PMPKO Jabodetabek Tolak Eksploitasi Tambang Nikel di Halmahera Selatan

388
×

Tegas PMPKO Jabodetabek Tolak Eksploitasi Tambang Nikel di Halmahera Selatan

Sebarkan artikel ini
Ketua Perhimpunan Mahasiswa Pemuda Kepulauan Obi (Pmpko) Jabodetabek, Bill Clinton
Ketua Perhimpunan Mahasiswa Pemuda Kepulauan Obi (PMPKO) Jabodetabek, Bill Clinton. (f/ist)

Mjnews.id – Ketua Perhimpunan Mahasiswa Pemuda Kepulauan Obi (PMPKO JABODETABEK), Bill Clinton menolak dengan tegas rencana ekspolitasi tambang nikel di Desa Bobo, Kecamatan Obi Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara.

Menurut Bill Clinton, para tokoh agama, tokoh masyarakat dan kaum intelektual serta Praktisi hukum Desa Bobo, menolak kehadiran tambang nikel PT Intim Mining Sentosa (PT IMS) Pemegang Saham PT Chang Jiang Mining Internasional, adalah Perusahaan PMA terdaftar di Mineral One Data Indonesia (MODI) yang akan beroperasi di Desa Bobo.

ADVERTISEMENT

Banner Pemkab Muba

Disampaikan Bill Clinton mereka menganggap, dengan adanya aktivitas pertambangan akan mencemari dan merusak lingkungan kampungnya.

“Tokoh Masyarakat Desa Bobo menilai kehadiran perusahaan tambang PT IMS, dapat merusak alam, ekosistem, lingkungan dan budaya adat yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun,” ucap Bill Clinton kepada media, di Jakarta, Senin 10 Juli 2023.

Penolakan ini bukan tanpa dasar, menurutnya mayoritas masyarakat Desa Bobo menolak sebab selama ini menggantungkan hidupnya pada pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan Kelapa, Cengkeh dan tanaman lainnya.

Oleh karena itu, warga sepakat menolak kehadiran tambang Nikel tersebut.

Ketua PMKO Jabotabek Bil Clinton menambahkan, penolakan ini juga tak lepas berkaca dari kampung lain di Pulau Obi. Di mana kehadiran perusahaan tambang justru akan menimbulkan konflik baru di tengah masyarakat.

“Dalam catatan kami terdapat konflik yang sering terjadi Korporasi dengan Masyarakat diantaranya, pembebasan lahan dengan harga yang murah, perampasan lahan, kriminalisasi warga menolak tambang itu menggunakan berbagai ketentuan yang ada dalam KUHP. UU Minerba, Pencemaran lingkungan, PHK dan melibatkan aparat militer atau polisi,” terangnya.

Dari situ terlihat pemicu banyaknya konflik pertambangan. Faktor structural terdiri atas kebijakan pemerintah yang liberal. Kebijakan liberal yang akan menyebabkan konflik antara Korporasi dan masyarakat.

Hal itu disebabkan karena kegiatan tambang yang dilakukan oleh Korporasi terlampau bebas sementara peran pemerintah lebih fokus pada pendapatan finansial sehingga kepentingan masyarakat terabaikan.

Ia menegaskan tidak ingin kehidupan masyarakat Desa Bobo yang secara turun temurun hidup secara damai dan berkecukupan, menjadi rusak hanya karena rencana kegiatan aktivitas tambang nikel tersebut.

(***)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT