Parlemen

DPR dan Pemerintah Perlu Kaji Sanksi Tegas Terhadap Pelanggaran LHKPN

125
×

DPR dan Pemerintah Perlu Kaji Sanksi Tegas Terhadap Pelanggaran LHKPN

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi Ii Dpr Ri, Guspardi Gaus
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus. (f/ist)

JAKARTA, Mjnews.id – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus mengatakan, Pemerintah dan DPR perlu melakukan kajian mengenai sanksi tegas terhadap ASN atau Pejabat Negara yang melanggar aturan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN.

Sanksi tegas ini penting agar Pejabat Negara atau ASN taat melaporkan LHKPN tepat waktu dan mengisi dengan benar data jumlah dan sumber harta kekayannya.

ADVERTISEMENT

Banner Pemkab Muba

“Jadi, DPR dan Pemerintah perlu melakukan kajian atas sanksi terhadap pelanggaran LHKPN sehingga semua ASN dan Pejabat Negara taat dan tertib,” ujar Guspardi kepada wartawan, Senin 20 Maret 2023.

Guspardi menjelaskan sejatinya LHKPN merupakan instrumen untuk melaporkan hasil kekayaan penyelenggara negara atas kepemilikan hartanya. Maka asas transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran para penyelenggara negara menjadi kunci utama agar mereka terhindar dari menikmati harta yang tidak sah sebagai ASN atau Pejabat Negara.

“Di sisi lain masyarakat juga bisa ikut mengawasi kepatuhan dan kewajaran kepemilikan harta para penyelenggara negara,” jelas Politisi PAN Guspardi Gaus

Legislator dapil Sumatera Barat 2 inipun mengakui belum adanya sanksi pidana yang diatur bagi pejabat negara yang tidak melaporkan LHKPN atau melaporkan LHKPN tetapi tidak jujur. Sanksi tersebut belum diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999. Pasal 20 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN menyebutkan penyelenggara negara yang tidak memenuhi kewajiban LHKPN dikenakan sanksi administratif sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Sanksi administrasi bagi penyelenggara negara berstatus PNS sudah diatur dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS). Lalu sanksi pegawai BUMN dan BUMD diserahkan kepada lembaga yang bersangkutan untuk membuat aturan internal. Sementara penyelenggara negara dari mekanisme politik seperti (DPR, DPD dan MPR) memang belum jelas sanksi administrasi seperti apa yang dikenakan jika tidak melaporkan LHKPN.

Lebih lanjut, Guspardi meminta para Menteri kabinet khususnya Menteri Pendagunaan Aparatur Negara (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas memperhatikan dan mengevaluasi setiap pejabat ASN di lingkungan kementerian dan lembaga (K/L) terkait LHKPN ini.

Misalnya dengan memasukkan LHKPN ke dalam kode etik masing-masing kementerian dan lembaga hingga ke pemerintah daerah. Artinya, pejabat negara yang tidak melaporkan LHKPN bisa dikategorikan telah melakukan pelanggaran etik berat. Para menteri harus menertibkan dan mendisiplinkan pejabat struktural di lingkungan kementerian masing-masing.

“Oleh karena itu, perlu dikaji penerapan sanksi yang lebih jelas dan tegas kepada ASN atau Pejabat Negara mengenai LHKPN termasuk juga terhadap penyelenggara dari mekanisme politik (DPR, DPD dan MPR). Apakan sanksinya diperkuat dalam Undang-Undang atau bisa juga diatur di peraturan di bawah Undang-Undang, seperti Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan perundang-undangan lainnya,” pungkas anggota Baleg DPR RI Guspardi Gaus.

Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan data kepatuhan pejabat negara yang menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hingga Kamis 16 Maret 2023. Pelaporan LHKPN para pegawai lembaga yudikatif merupakan yang tertinggi dengan capaian 97persen.

Disusul jajaran pegawai lembaga eksekutif berada di peringkat kedua dengan tingkat pelaporannya mencapai 84 persen. Para wajib lapor dari lembaga BUMN dan BUMD memiliki capaian pelaporan sebesar 72 persen.

Sementara itu, peringkat jajaran lembaga legislatif merupakan yang paling buncit, hanya sebesar 52 persen, kata juru bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya Jumat (17/3/2023).

(*/eki)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT