Opini

Melek Gadget Belum Tentu Melek Digital: Saatnya Pendidikan Digital Jadi Prioritas di Era 5.0

97
×

Melek Gadget Belum Tentu Melek Digital: Saatnya Pendidikan Digital Jadi Prioritas di Era 5.0

Sebarkan artikel ini
Murid SD sedang belajar menggunakan laptop.
Ilustrasi. Murid SD sedang belajar menggunakan laptop. (f/pinterest)

Setiap hari kita disuguhi pemandangan yang sama. Anak-anak kecil menatap layar gadget dengan khusyuk, remaja sibuk berselancar di media sosial, dan orang dewasa yang tak lepas dari notifikasi WhatsApp atau TikTok. Indonesia tampak begitu digital. Namun, benarkah kita sudah melek digital?

Penulis: Firli Wahyuni

Mjnews.id – Sebagai mahasiswa komunikasi yang meneliti strategi digital dalam dunia pendidikan, saya melihat bahwa banyak masyarakat sudah terkoneksi dengan teknologi, tetapi belum benar-benar terdidik secara digital.

ADVERTISEMENT

Kita sering kali hanya menjadi pengguna pasif, bukan pencipta aktif di era serba canggih ini. Padahal, di tengah derasnya arus informasi dan inovasi, kemampuan memanfaatkan teknologi secara kritis dan kreatif menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang. Di sinilah letak pentingnya pendidikan digital.

Era 5.0 dan Tantangan Masyarakat Konsumtif Digital

Konsep Society 5.0 pertama kali diperkenalkan oleh Jepang, sebuah gagasan yang menempatkan manusia sebagai pusat dari segala kemajuan teknologi. Dalam era ini, kecerdasan buatan, big data, dan Internet of Things (IoT) seharusnya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia bukan menggantikannya. Namun, di Indonesia realitasnya masih jauh dari kondisi ideal.

Berdasarkan data survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2025, jumlah pengguna internet di Tanah Air telah mencapai 229,4 juta jiwa dengan tingkat penetrasi 80,66 persen. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet tertinggi di dunia. Ironisnya, tingkat literasi digital masyarakat masih rendah.

Survei Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center (2023) menunjukkan skor literasi digital Indonesia hanya 3,65 dari skala 5 dalam kategori sedang. Artinya, sebagian besar masyarakat Indonesia memang bisa menggunakan internet, tetapi belum mampu mengelola informasi secara bijak, kritis, dan produktif. Banyak yang masih terjebak pada konsumsi hiburan digital, bermain gim, menonton video pendek, atau sekedar scrolling media sosial tanpa tujuan.

Mengapa Pendidikan Digital itu Mendesak?

Pendidikan digital bukan hanya sekedar kemampuan mengoperasikan perangkat, melainkan bagaimana individu memahami etika berinternet, berpikir kritis terhadap informasi, dan mampu berinovasi dengan teknologi. Sayangnya, sistem pendidikan kita masih belum sepenuhnya siap.

Masih banyak guru dan tenaga pendidik yang belum mendapatkan pelatihan digital yang memadai. Insfrastruktur digital di daerah juga belum merata, akses internet cepat masih menjadi kemewahan bagi sebagian wilayah Indonesia. Akibatnya, kesenjangan digital kian lebar antara masyarakat perkotaan dan pedesaan.

Padahal, pendidikan digital bisa membuka pintu kesempatan yang sangat luas. Dengan akses teknologi, siswa dari daerah terpencil seharusnya bisa mendapatkan materi pembelajaran yang sama dengan mereka yang di kota besar. Teknologi juga bisa membantu guru menciptakan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan personal.

Sebagai contoh, platform edukasi seperti Educourse.id, Ruangguru, dan Udemy telah membuktikan bahwa teknologi dapat menjadi solusi untuk memperluas akses belajar. Namun, keberhasilan pendidikan digital bukan hanya bergantung pada ketersediaan platform, melainkan juga pada kesiapan mental, kemampuan berpikir kritis, dan kemauan belajar sepanjang hayat (lifelong learning).

Baca berita Mjnews.id lainnya di Google News

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT