Sumatera Barat

Minimarket, Gurita si Raja Lokal

315
×

Minimarket, Gurita si Raja Lokal

Sebarkan artikel ini
Swalayan Dan Warung Kelontong Saling Berdekatan
Sebuah swalayan dan warung kelontong saling berdekatan. Keduanya apakah saling membesarkan atau malah saling bunuh. Sesuatu yang mesti segera diatur dengan regulasi yang jelas. (f/ist)

PADANG, MJNews.id – Di Bandar Buat Kota Padang, sebuah swalayan megah berdiri di pinggir jalan. Tak beberapa lama, sebuah minimarket datang menggoda di seberang jalan. Minimarket itu berkembang pesat. Berbeda dengan nasib swalayan yang lebih dahulu berdiri. Swalayan tumbang.

Begitu ketatnya persaingan usaha ritel di Sumbar. Di daerah ini memang ada moratorium bagi usaha ritel nasional. Tak ada swalayan atau minimarket sekelas Alfamart, Indomaret dan sejenisnya. Usaha ritel di daerah ini lebih banyak dikuasai oleh pemain lokal. Tapi, persaingan para pemian lokal ini tak kalah sengit. Berdarah-darah bahkan.

ADVERTISEMENT

Banner Pemkab Muba

Minimarket dan swalayan kini berhadap-hadapan. Pengusaha ritel lokal menjadi raja-raja baru. Mereka membangun bisnis menggurita.

Kini, swalayan dan minimarket hadir di segala penjuru. Tak di kota, disudut kampungpun berdiri. Masyarakat memiliki banyak pilihan untuk berbelanja. Namun, para pemilik warung kelontong gigit jari. Mereka pelahan-lahan menjelang mati.

Pemilik warung kelontong di kawasan Belimbing tidak nyiut nyalinya, ketika banyak swalayan berdiri di kawasan itu. Sebut saja Bigmart, Citra Swalayan, Golden Mart, dan lainnya.

“Rezeki kita untuk kita, rezeki mereka untuk mereka,” kata Rusli, salah seorang pemilik usaha grosiran.

Selama ini ia mengaku tidak mengalami masalah, meski grosirannya berhadap-hadapan. Konsumennya yang berasal dari warung-warung kecil, tetap setia belanja padanya.

“Selama pelayanan dan harga kompetitif, buat apa takut,” ujarnya.

Lain lagi cerita Dodi, pemilik warung kelontong. Untuk soal penjualan sehari-hari ia mengaku ada penurunan. Soalnya masyarakat lebih suka belanja ke swalayan.

“Kalau ecerannya seperti sampo sachet, itu langganannya tetap ada,” ujarnya.

Ia pun kini beralih menjual segala sesuatu yang tidak bisa dilayani swalayan. Ia berharap dengan cara itu, dapurnya tetap mengepulkan asap.

Sementara persaingan antar pemilik swalayan juga lumayan ketat. Tak hanya bersaing dari segi tarif, tapi juga pelayanan.

“Kami lebih banyak menggelar diskon setiap harinya,” kata Arya, seorang karyawan swalayan.

Ia yakin, kalau harga yang ditawarkan menarik, tentu warga akan belanja pada mereka. Sebaliknya, jika perbedaan harga terlalu besar, maka masyarakat akan lari.

“Bersaing sehat saja, dan biarkan masyarakat yang memilih,” kata Ita, karyawan lainnya.

Para karyawan hanya berharap tidak ada perselisihan antar pemilik swalayan. Besar harapan mereka agar swalayan tempat mereka bekerja tetap hidup, agar mereka tetap bisa bekerja.

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT