Harits Abu Ulya. |
JAKARTA, MJNews.ID – Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, merespons tuduhan banyak sekolah di Indonesia berkiblat kepada militan Taliban dan bahasa Arab sebagai ciri teroris.
Menurutnya, tuduhan yang awalnya diutarakan pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati itu, terlalu berlebihan.
“Makin berlebihan membangun narasi ancaman terhadap keamanan Indonesia oleh Taliban, maka makin tampak phobia Islamnya, makin tampak tendensi dan subjektivitasnya dan terbaca motif di balik kesibukan meng-aransemen isu Taliban,” kata Harits, Rabu 8 September 2021.
Harits menyampaikan, masyarakat Indonesia, terutama kaum milenial makin terdidik dan bernalar kritis. Dia meyakini, masyarakat tak akan mudah termakan tuduhan Susaningtyas.
“Makin ngawur membangun propagandanya, bisa-bisa para intelektual yang ngajak berpikir waras dan proporsional akan dituduh bagian dari jaringan Taliban,” ujar Harits, yang dikutip Republika.co.id.
Harits menekankan, Taliban tengah sibuk membangun kembali Afghanistan usai dijajah Amerika Serikat. Dia meragukan, anggapan Taliban akan mengirim teror ke Indonesia karena kondisi internal negaranya perlu banyak perhatian.
Dia menduga, ada motif tersendiri di balik pernyataan Susaningtyas.
“Ancaman Taliban itu sebatas cerita, ancaman asumtif yang sengaja diamplifikasi dengan beragam motif kepentingan di baliknya,” ucap Harits.
Seperti diketahui, sebelumnya, Pengamat Intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati menilai, saat ini banyak sekolah di Indonesia yang mulai berkiblat ke Taliban yang dia anggap sebagai organisasi radikal.
Dia menyebutkan, ciri-ciri sekolah dan para gurunya yang mulai berkiblat ke Taliban atau ke radikalisme. Di antaranya tidak mau hafal nama-nama Partai Politik.
“Mereka tak mau pasang foto presiden dan wapres. Lalu mereka tak mau menghafal menteri-menteri, tak mau menghafal parpol-parpol,” ujar Susaningtyas dilansir di Program Crosscheck yang disiarkan di akun YouTube, dikutip Rabu 8 September 2021 lalu.
(***)