Parlemen

FGD di Bali, Mahyudin: Peran DPD Sangat Penting sebagai Representasi Keterwakilan Daerah

249
×

FGD di Bali, Mahyudin: Peran DPD Sangat Penting sebagai Representasi Keterwakilan Daerah

Sebarkan artikel ini
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (Dpd) Ri, Mahyudin
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Mahyudin. (f/dpd)

Dalam kesempatan yang sama, Mangku Pastika, Anggota DPD RI Perwakilan Bali, mengatakan diskusi ini untuk mencari bentuk dan posisi DPD yang pas dalam sistem ketatanegaraan. Sebab posisi DPD dalam sistem ketatanegaraan dengan UU yang ada masih lemah.

Padahal dulu DPD dibentuk sebagai lembaga penyeimbang antara eksekutif dan legislatif agar tidak ada dominasi, baik dominasi eksekutif atau dominasi legislatif.

ADVERTISEMENT

Banner Pemkab Muba

“Sekarang yang terjadi mereka malah bersatu. DPD ya tidak bisa apa-apa. Jadi hasil pengawasan, pembahasan peraturan perundang-undangan, aspirasi dari rakyat itu bentuknya hanya sebagai bahan pertimbangan, rekomendasi baik kepada DPR maupun pemerintah,” jelasnya.

“Kekuatan ‘memaksanya’ tidak ada. Akibatnya ya suka-suka, banyak yang lolos, apa yang menjadi maunya pemerintah dan maunya DPR. Kalau pemerintah sudah mau, dan DPR setuju ya jalanlah itu. Padahal banyak yang dianggap merugikan kepentingan daerah,” tambah Mangku Pastika.

Menurut Mangku Pastika, padahal DPD tugasnya mewakili daerah. Hal inilah yang sedang dibicarakan, diperjuangkan. Mestinya DPD punya undang-undang sendiri, tidak masuk dalam MD3.

Kalaupun masuk, harus ada kewenangan yang sejajar, setara supaya bisa menjalankan fungsi penyeimbang. “Sekarang kan tidak seimbang. DPD hanya memberi pertimbangan, seolah-olah subordinate, bawahan. Harusnya posisinya sama. Untuk perubahan itu hanya bisa dilakukan melalui UU,” pungkasnya.

FGD ini mengangkat tema dihadiri sejumlah Anggota DPD RI dari beberapa daerah di Tanah Air juga Anggota DPD RI Dapil Bali Dr. Mangku Pastika selaku tuan rumah serta puluhan akademisi dan mahasiswa. Tampil sebagai narasumber Edward Thomas Lamury dan Eka Fitriantini.

Dalam diskusi mengemuka sejumlah masalah di antaranya Indonesia dengan Hiper Regulasinya sebagaimana disampaikan narasumber, Eka yang merupakan peneliti dan akademisi ini. Di tahun 2023 ini ada 51.955 Regulasi, Undang-Undang sebanyak 1.745, Peraturan Pemerintah Pengganti UU (217), Peraturan Pemerintah (4.855), Peraturan Presiden (2336), Peraturan Menteri (18.201) Peraturan Badan/Lembaga (5.787) dan Peraturan Daerah sebanyak 18.814.

“Hiper regulasi ini berpotensi menyebabkan tumpang tindih peraturan. Akibatnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, memperpanjang jalur birokrasi, menghambat investasi dan kemudahan berusaha,” ungkapnya. FGD juga turut dihadiri anggota DPD dari berbagai provinsi.

(dpd)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT