Parlemen

Bicara di Lemhannas, LaNyalla: Haluan Negara itu Pernyataan Kehendak Rakyat

332
×

Bicara di Lemhannas, LaNyalla: Haluan Negara itu Pernyataan Kehendak Rakyat

Sebarkan artikel ini
Lanyalla Bicara Haluan Negara Di Lemhannas
LaNyalla Bicara Haluan Negara di Lemhannas. (f/dpd)

Kita bisa lihat di BAB VIII tentang Kelembagaan, di Pasal 32 Ayat (1) dan (2) yang menyebutkan; (1) Presiden menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas Perencanaan Pembangunan Nasional. (2) Dalam menyelenggarakan Perencanaan Pembangunan Nasional, Presiden dibantu oleh Menteri.

“Sangat jelas, bahwa Presiden mempunyai kewenangan yang diberikan UU, untuk Menyelenggarakan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dan Presiden mempertanggungjawabkan kepada dirinya sendiri selaku perencana. Dan dalam melaksanakan kewenangan itu, Presiden dibantu oleh Menteri Kabinet, yang jelas bertanggungjawab kepada Presiden. Dan dapat diganti melalui Hak Prerogatif Presiden,” urainya.

ADVERTISEMENT

Banner Pemkab Muba

Pasal tersebut, menurutnya, kontradiktif dengan bunyi pertimbangan UU tersebut, yang termaktub di huruf C, yang menyatakan; ‘bahwa tugas pokok bangsa selanjutnya adalah menyempurnakan dan menjaga kemerdekaan itu serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan’.

“Frasa kata pembangunan berkeadilan jelas berorientasi kepada pembangunan yang pro kepada rakyat dan untuk semua. Sedangkan frasa kata demokratis, jelas merupakan agenda yang disusun atau yang menjadi keinginan rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Bukan keinginan presiden,” ujarnya.

UU 25/2004 juga masih memberi peluang kepada Perencana Pembangunan untuk Menyusun Visi dan Misi. Hal ini tentu juga bertentangan bila kita kaji dari makna kalimat di Alinea kedua dan keempat Naskah Pembukaan Konstitusi yang merupakan hakikat dari Visi dan Misi negara.

“Karena dalam Azas dan Sistem Pancasila, sejatinya, Presiden sebagai Mandataris MPR hanya bertugas menyiapkan Strategi Pencapaian sebagai langkah untuk mewujudkan Haluan Negara,” imbuhnya.

Untuk itu, Presiden menyusun Program sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan untuk memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.

Jadi, lanjut Lanyalla, dapat saya simpulkan bahwa Undang-Undang SPPN, meskipun diberi sarana melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbang), tetap saja bukan merupakan pembanding atau persamaan dengan Sistem Haluan Negara. Karena sekali lagi, Haluan Negara merupakan pernyataan kehendak rakyat secara menyeluruh yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Karena itu, bagi saya, bangsa ini harus kembali kepada sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa. Untuk kemudian kita sempurnakan dan perkuat. Caranya dengan kita kembali dulu kepada UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, lalu kita lakukan Amandemen dengan Teknik Adendum, sebagai penyempurnaan dan penguatan agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di masa lalu.

Sehingga kita tidak mengubah total sistem bernegara. Karena mengubah total sistem bernegara seperti yang kita lakukan pada tahun 1999 hingga 2002 terbukti telah membuat Konstitusi kita meninggalkan Pancasila sebagai Identitas Konstitusi dan Norma Hukum Tertinggi.

“Ini bukan pendapat saya. Tetapi hasil kajian sejumlah profesor hukum dan filsafat di beberapa perguruan tinggi,” ungkapnya.

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT