Parlemen

Anggota Panja Revisi UU IKN Akui HGU IKN 190 Tahun Terlalu Lama

200
×

Anggota Panja Revisi UU IKN Akui HGU IKN 190 Tahun Terlalu Lama

Sebarkan artikel ini
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus. (f/ist)

Mjnews.id – Rapat Paripurna DPR RI telah resmi mengesahkan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang (UU) melalui Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024.

Salah satu hal yang direvisi adalah berkaitan dengan hak guna usaha (HGU). Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16A ayat (1), (2) dan (3), HGU dapat memiliki waktu perpanjangan hingga 190 tahun.

Menanggapi hal tersebut, Anggota DPR RI Komisi II, Guspardi Gaus, mengakui bahwa pemberian masa berlakunya HGU jika mencapai 190 tahun memang terlalu panjang.

Ia merasa heran dan mempertanyakan, kenapa pemberian HGU untuk Pembangunan IKN jangka waktunya 190 tahun. Masing-masing paling lama 95 tahun untuk siklus pertama dan kedua.

Sedangkan dalam tenggang waktu 10 tahun sebelum HGU siklus pertama berakhir, pelaku usaha dapat mengajukan permohonan pemberian kembali HGU untuk siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun lagi, Senin (9/10/2023).

Alasan yang dikemukakan pemerintah adalah kalau seandainya sama pemberian masa waktu HGU itu selama 95 tahun seperti di daerah-daerah lain, tentu ini tidak menjanjikan bagi investor untuk menanamkan investasi di IKN.

Apalagi, sampai sejauh ini belum ada investor skala besar yang sangat serius menanamkan investasi pembangunan IKN. “Nah ini menjadi salah satu alasan dilakukan revisi UU IKN,” ujar Politisi PAN itu.

“Namun begitu, soal status tanah yang diberikan HGU 190 tahun harus dipastikan bukan tanah rakyat maupun atau tanah ulayat masyarakat. Jadi, HGU yang diberikan di atas tanah milik negara,” tutur anggota Panja Revisi UU IKN ini.

Legislator dapil Sumatera Barat 2 itu menegaskan ada beberapa prinsip yang diajukan oleh Panja RUU IKN saat pembahasan RUU IKN tersebut. Prinsip pertama harusnya tanah ulayat dan tanah masyarakat bisa dikonversi menjadi bahagian kepemilikan saham sehingga menjadi aset stimulus. Prinsip kedua, diminta adanya pemberdayaan masyarakat lokal di sekitar IKN.

“Artinya masyarakat mendapatkan manfaat, jangan malah adanya IKN ini terjadi kemiskinan terhadap masyarakat ataupun kelompok masyarakat adat yang memiliki tanah ulayat di sana,” jelas Pak Gaus ini.

Oleh karena itu, pihak Otorita IKN sebagai kepala pemerintah daerah khusus (Pemdasus) harus benar-benar dapat mengantisipasi terjadinya potensi yang akan menimbulkan kerugian negara. Karena investor punya peluang mengeksploitasi kawasan IKN untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu yang sangat lama. Seperti potensi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penerimaan dari perpanjangan konsesi HGU dan HGB.

Selain itu, Otorita IKN harus betul-betul mengawasi dan mengevaluasi tahapan setiap siklus.

Sebab, menurut kepala Bappenas, tahapannya tidak sekaligus. Setiap siklus harus ada evaluasi 35 tahun pertama, kemudian 25 tahun diperpanjang dan 35 tahun berikutnya baru bisa diperbarui untuk siklus ke dua.

Selanjutnya, Otorita IKN juga diharapkan dapat memanfaatkan otonomi khusus yang diberikan agar dapat menggali sumber penerimaan, seperti pajak dan retribusi khusus daerah sehingga menguntungkan Pemdasus dan dapat menyejahterakan masyarakat di sekitar IKN.

“Kemudian juga melakukan sosialisasi yang masif bahwa IKN merupakan program strategis nasional, dimana masyarakat akan ikut terlibat dalam pembangunan sehingga menciptakan kebanggaan terhadap keberadaan IKN ini,” pungkas anggota Baleg DPR RI tersebut.

(***)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT