ParlemenPendidikan

Ketua DPD RI: Perubahan Konstitusi Sebabkan Banyak Paradoksal Kebangsaan

306
×

Ketua DPD RI: Perubahan Konstitusi Sebabkan Banyak Paradoksal Kebangsaan

Sebarkan artikel ini
LaNyalla saat memberikan Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan
LaNyalla saat memberikan Kuliah Umum di Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan. (f/dpd)

MAKASSAR, Mjnews.id – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan perubahan konstitusi yang terjadi dalam kurun waktu 1999-2002 telah menyebabkan banyak paradoksal dalam kehidupan berbangsa.

Paradoks yang timbul itu dipaparkan LaNyalla saat menyampaikan Kuliah Umum bertema “Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat” di Universitas Hasanuddin Makassar, Jumat (23/9/2022).

Dikatakan LaNyalla, hampir 95 persen isi pasal dalam UUD 1945 naskah asli telah diubah. UUD perubahan tersebut tak lagi menjabarkan ideologi Pancasila. 

“Yang dijabarkan adalah ideologi lain yakni liberalisme dan individualisme yang mempermulus tumbuhnya kapitalisme dan menguatnya oligarki ekonomi,” kata LaNyalla.

Hal inilah yang menjadi paradoksal. Karena negara yang kaya raya dengan sumber daya alam ini, tetapi ratusan juta penduduknya miskin dan rentan miskin. Sementara segelintir orang menjadi sangat kaya raya.

Pasal 33 UUD 1945 naskah asli yang terdiri dari 3 ayat berikut penjelasannya, telah diubah menjadi 5 ayat dan menghapus total penjelasannya.

“Dampaknya, perubahan mazhab perekonomian Indonesia dari mazhab pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, menjadi mazhab pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan pendapatan pajak dari rakyat,” imbuhnya.

Akibat dari amandemen tersebut, lahir sejumlah undang-undang yang menyerahkan perekonomian kepada mekanisme pasar dan privatisasi. Konsep dan filosofi Pancasila bahwa perekonomian disusun oleh negara untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat, malah dibiarkan tersusun oleh mekanisme pasar yang memperkaya orang per orang pemilik modal.

Perubahan arah kebijakan ekonomi itu berimbas pada APBN yang pada akhirnya melulu mengandalkan utang. Tahun ini saja, kita harus membayar bunga utang saja, sebesar Rp400 triliun.

“Dan Presiden sudah menyampaikan dalam nota Rancangan APBN tahun 2023 nanti, pemerintah akan menambah utang lagi sekitar Rp700 triliun,” tutur LaNyalla.

Paradoks berikutnya adalah tugas Pemerintah Indonesia sebagaimana tertulis dalam naskah Pembukaan UUD, di mana pemerintah berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Hal itu semakin jauh dari harapan. Kewajiban pemerintah untuk menjamin rakyat dalam mengakses kebutuhan hidupnya lalu disebut subsidi, yang sewaktu-waktu dapat dicabut karena APBN tidak sanggup mengcover. Kewajiban pemerintah itu diubah menjadi opsional, menjadi subsidi, sehingga dapat dihapus,” terangnya.

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT