Kabupaten SolokSumatera Barat

Petani Muda Solok Tony Devisa Kini Budidayakan Tanaman Masoi asal Papua

389
×

Petani Muda Solok Tony Devisa Kini Budidayakan Tanaman Masoi asal Papua

Sebarkan artikel ini
Tony Devisa Kini Budidayakan Tanaman Masoi Asal Papua
Tony Devisa Kini Budidayakan Tanaman Masoi asal Papua. (f/ist)

Kabupaten Solok, Mjnews.id – Tony Devisa saat ini sedang membudidayakan tanaman Masoi asal Papua, di Solok. Petani muda ini berasal dari Jorong Kayu Jao, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok.

Pohon Masoi (Cryptocarya Massoy), masuk ke dalam salah satu jenis tumbuhan penghasil HHBK unggulan Papua. Berdasarkan Jurnal Penelitian Kehutanan Faloak, tumbuhan ini mengandung senyawa masoilakton yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri makanan, kosmetik, dan obat-obatan.

ADVERTISEMENT

Banner Pemkab Muba

Tumbuhan ini tersebar di beberapa wilayah di Papua seperti Manokwari, Sorong, Nabire, Biak Numfor, Yapen, Waropen, Merauke, Jayapura. Saat ini, permintaan global terhadap masoi diperkirakan mencapai 500.000 ton setiap tahun. Namun pasokan utama masoi masih sangat terbatas dari Indonesia (Papua) dan Papua Nugini. Kontribusi Indonesia dalam pemenuhan permintaan global ini tergolong sangat rendah yaitu sekitar 2 persen.

Sampai sekarang, permintaan terhadap masoi masih sangat tinggi. Sedangkan pasokan masoi pada pasar internasional masih didominasi oleh masoi dari Papua. Hal ini mengakibatkan terjadinya overeksploitasi terhadap masoi di alam. Bila kondisi ini terus berlanjut, masoi dikhawatirkan akan punah.

Hal inilah yang membuat Tony Devisa, petani muda asal Jorong Kayu Jao, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, mulai membudidayakan tanaman asal Papua ini, di Solok.

Kata Tony, tanaman Masoi ini mulai dibudidayakan sejak dua tahun lalu di Kayu Jao, Nagari Batang Barus dan bibitnya diperoleh dikirim langsung dari Papua.

“Selain manfaat dari tanaman Masoi ini banyak dan permintaannya cukup tinggi, takutnya nanti menjadi tanaman langka. Makanya saya coba menanamnya di daerah saya Solok khususnya Kayu Jao, ternyata dapat tumbuh dengan baik,” katanya pada Selasa (21/3/2023).

“Awalnya saya tanam sedikit, untuk mengetes kandungannya apakah dapat tumbuh di Solok, ternyata kandungannya bagus, dan mulai saya kembangkan,” tutur Toni.

Hingga kini, ia telah menanam pohon Masoi sebanyak 10.000 pohon yang tersebar pada 5 hektare lahan.

“Masoi ini baru bisa dipanen jika sudah berumur 10 tahun. Jadi, jika umurnya sekarang dua tahun artinya delapan tahun lagi menunggu untuk di panen. Itung-itung sebagai investasi,” sebutnya.

Toni menjelaskan saat tanaman masoi sudah cukup umur untuk panen, maka caranya hampir sama dengan panen kulit manis. Kulit pohon akan diambil, disuling dan minyaknya akan digunakan untuk berbagai macam kebutuhan seperti parfum.

Harga perkilogramnya cukup tinggi yaitu mencapai Rp 125 ribu perkilogram.

“Jika kami kembangkan di Papua tentu pengeluaran biayanya lebih tinggi, jadi kami coba tanam di Solok agar biayanya bisa ditekan,” tambahnya.

Kemudian, untuk perawatan pohon cukup mudah hanya dengan membersihkan gulma di sekitar pohon.

“Tidak ada kendala dalam perawatannya. Cukup dengan membersihkan gulma di sekeliling tanaman,” kata Alumni Binus University, jurusan Ilmu Komunikasi ini.

Untuk itu, ia harap nantinya Masoi yang mulai ia tanam dapat tumbuh dan berkembang di Solok, bahkan ke pulau lainnya di Indonesia.

Sebelumnya, Tony sendiri juga telah menghibahkan lahannya seluas satu hektare untuk panti rehabilitasi narkoba.

Hal ini ia lakukan sebagai bentuk kepedulian dan dukungan terhadap pemberantasan narkoba di Sumbar, khususnya di Solok.

(sis)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT