Ketua PuSEK, Chairul Hadi M Anik (kiri) didampingi Sekretaris Indra, dalam sebuah pertemuan dengan awak media, Selasa 31 Agustus 2021. (ist) |
JAKARTA, MJNews.ID – Dalam kajian Pusat Studi Ekonomi Kekeluargaan (PuSEK), telah terjadi penderitaan rakyat karena belitan kemiskinan. Terjadinya pengangguran, pemutusan hubungan kerja (PHK), kebangkrutan usaha, sejak era kemerdekaan hingga abad komunikasi saat ini, akan selalu berlanjut sepanjang rakyat tidak menguasai perekonomian negerinya.
Bagaimana agar rakyat menguasai perekonomian, maka harus dilaksanakan Pasal 33 UUD 1945 sebagaimana disampaikan Proklamator Bung Hatta. Tetapi, kenapa belum dilaksanakan justru ekonomi nasional berada dalam genggaman kapitalisme?
Penjelasan itulah, yang secara bertahap akan disampaikan PuSEK ke tengah publik, agar rakyat menyadari bahwa perekonomian nasional diatur menurut Pasal 33 UUD 1945.
“Dalam konstitusi kita, perekonomian harus dikuasai oleh rakyat agar rakyat hidupnya sejahtera. Bukan seperti sekarang, rakyat melarat berada dalam penderitaan tanpa ujung apalagi terdampak pandemi Covid-19 yang belum jelas bagaimana ke depannya di negeri kita,” ungkap Chairul Hadi M Anik, Ketua PuSEK kepada beberapa awak media, Selasa 31 Agustus 2021 siang di Rumah Makan Sederhana Matraman, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan tersebut, jelas Chairul, sekaligus juga sebagai Deklarasi PuSEK sebagai pusat kajian ekonomi kekeluargaan yang merupakan pengejawantahan Pasal 33 UUD 1945. “Namun, seperti diketahui bersama, Pasal 33 UUD 1945 ini tidak digunakan sebagai dasar perekonomian bangsa dan dimulai sejak awal pemerintahan Suharto.
Presiden kedua ini mempercayakan pelaksanaan perekonomian nasional kepada Widjojo Nitisastro yang menurut ilmu ekonomi di Amerika Serikat membawa perekonomian bangsa menurut paham kapitalis (kapitalisme). Ekonom di negara kita yang umumnya berpendidikan Amerika Serikat menggandrungi dan bahkan memuja-muja kapitalisme padahal bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila,” ujarnya.
Sejak saat itu hingga sekarang, lanjut Chairul, perekonomian kita berjalan dalam praktek kapitalis dan sudah mengakar hingga ke desa-desa. Implikasinya, rakyat pada umumnya dan terutama rakyat desa, berada dalam dua tekanan ekonomi, yakni bila berproduksi atau panen harga turun dan sebaliknya bila berbelanja memenuhi kebutuhannya harga tinggi dan tidak terjangkau dan membuat rakyat terus menderita.
Menurut PuSEK, penderitaan rakyat itu berlanjut hingga terus bahkan hingga masa-masa mendatang apabila perekonomian tidak sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945, yaitu suatu landasan perekonomian yang sesuai dengan budaya bangsa tolong menolong dan kebersamaan.
“Dalam kajian yang dilakukan, khususnya mengenai Pasal 33, perekonomian bangsa sudah seharusnya dikembalikan pada konstitusi karena konstitusi merupakan dasar pijak bagi penyelenggaraan perekonomian yang bertujuan agar perekonomian rakyat bisa berkembang dan menjadi kekuatan perekonomian nasional.
Ia menyebutkan, kajian ekonomi kekeluargaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 diawali dari kupasan-kupasan mengenai koperasi pada 1986 mengungkapkan bahwa sistim ekonomi kekeluargaan sebagaimana Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945 akan membangkitkan usaha rakyat yang berada dalam tekanan ekonomi kapitalis.
“Dalam kertas kerjanya untuk internal PuSEK (2021) berjudul, “Kembalikan Sistim Ekonomi Kekeluargaan di Indonesia,” sudah waktunya kebijakan ekonomi nasional kembali pada sistim ekonomi kekeluargaan yang merupakan dasar untuk mengembangkan ekonomi nasional dan akan memberikan kesejahteraan bagi bagi rakyat sebagaimana Pasal 33 Ayat (1) UUD 1945,” tuturnya.
Namun, lanjut Chairul, kenapa ekonomi kekeluargaan belum diterapkan hingga saat ini?
Karena, menurutnya, waktu itu hampir semua ekonom Indonesia sependapat bahwa rumusan ekonomi yang dicantumkan dalam pasar 33 Ayat (1) UUD 1945 tersebut dianggap hanya menunjukkan arah yang tidak boleh ditempuh, tetapi tidak menggariskan sistem ekonomi yang dituju.
(***)