Mjnews.id – Kesamaan prinsip ekonomi Pancasila dengan Islam disinggung oleh Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menyampaikan pidato utama dalam Focus Group Discussion di depan civitas akademika Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (15/9/2023).
Dikatakan LaNyalla, sistem ekonomi yang dipilih oleh para pendiri bangsa sama sekali bukan sistem Liberal-Kapitalistik. Tetapi ekonomi kesejahteraan yang ditujukan untuk kemakmuran bersama, dimana prinsip tersebut sama dan sebangun dengan ekonomi Islam.
“Oleh karena itu, para pendiri bangsa dengan tegas memberi garis batas pemisah, antara Public Goods dengan Commercial Goods. Dimana Public Goods atau kekayaan alam, harus dikuasai negara, dan tidak boleh diberikan kepada orang per orang. Ini luar biasa,” kata pria yang lahir di Jakarta dan besar di Surabaya itu.
Dalam Islam, imbuh LaNyalla, Public Goods ini dikategorikan dalam tiga sektor strategis. Yaitu Air, Ladang dan Api atau energi. Ketiganya harus dikuasai Negara. Bahkan dalam hadist Riwayat Imam Ahmad dikatakan; “Umat Islam itu sama-sama membutuhkan untuk berserikat atas tiga hal, yaitu Air, Ladang, dan Api dan atas ketiganya diharamkan harganya.”
Sehingga, timpal tokoh berdarah Bugis itu, para pendiri bangsa di dalam Konstitusi Pasal 33 menggunakan pilihan kalimat; “Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
“Ini konsep yang luar biasa. Karena itu, para pendiri bangsa menyebut Sistem Bernegara yang mereka pilih adalah Sistem Tersendiri. Tidak mengadopsi Sistem Liberal Barat dan juga bukan Sistem Komunisme Timur. Itulah Sistem Bernegara yang menggunakan Pancasila sebagai Azas,” bebernya.
Oleh karena itu, Ketua DPD mengajak semua kembali ke sistem tersendiri. Sistem yang menurut pemikiran para pendiri bangsa adalah sistem yang sesuai dengan watak dasar bangsa kepulauan yang super majemuk ini. Yaitu sistem yang mengikat antara Proklamasi Kemerdekaan dengan Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
“Sehingga benar-benar terwujud menjadi Penjelmaan Seluruh Rakyat. Bukan Partai Politik, bukan Presiden terpilih saja. Tapi sistem Majelis Syuro atau Majelis Permusyawaratan Rakyat,” ungkap LaNyalla.
Dalam kesempatan tersebut, LaNyalla juga menyampaikan 5 Proposal Kenegaraan DPD RI. Dalam proposal tersebut, selain mengadopsi apa yang menjadi tuntutan reformasi, tentang pembatasan masa jabatan presiden dan menghapus KKN serta penegakan hukum dan HAM, juga menawarkan beberapa adendum penyempurnaan dan penguatan sistem. (Isi lengkap lihat grafis di bawah).
Sementara itu, Rektor UMI Basri Modding mengaku terkejut dan bersyukur kampusnya kedatangan Ketua DPD RI dalam kegiatan FGD tersebut. “Dan akhirnya saya baru tahu, ternyata Konstitusi kita sudah terlalu banyak yang berubah. Karena itu, bagus untuk diskusikan. Jangan sampai generasi kita kehilangan arah. Kita dukung DPD ini agar nantinya Indonesia tidak hilang. Saya khawatir jangan-jangan nanti anak muda banyak yang tidak tahu Pancasila. Jadi Terima kasih DPD telah membuka mata kami dan mahasiswa kami,” jelas Basri.