Mjnews.id – Proyek Rehabilitasi Air Baku Batang Agam Kota Payakumbuh disorot dan minimnya pengawasan, sehingga masa kontrak kerja dari proyek sudah lewat ambang batas, serta terindikasi diduga kuat pasok material ilegal jenis batu, yang belum mempunyai izin galian C.
Proyek miliaran yang bersumber dari APBN itu, dengan kerja 150 hari kalender mulai dari 16 Juli 2024 sampai 16 Desember 2024 yang melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat SNVT Pelaksanaan Jaringan Femantaan Air IndraGiri Akuaman WS Kampar WS Rokan Hulu Provinsi Sumbar dengan Pagu Rp 5.100.000,00 dan harga penawaran 3.872.998.000 yang dikerjakan oleh CV Arfan Nafisa Pratama dan konsultan Pengawas CV. Centrina Engieenering.
Gambar terbaru dari lokasi proyek memperlihatkan keruntuhan struktur bekisting yang mengindikasikan potensi kegagalan teknis, baik dari segi perencanaan maupun eksekusi.
Bekisting yang runtuh diduga tidak mampu menahan tekanan beton basah akibat spesifikasi material yang kurang memadai atau kesalahan metode pemasangan dan genangan air juga tampak jelas di lokasi proyek.
Hal ini menunjukkan tidak adanya pengendalian drainase atau sistem dewatering yang efektif untuk menjaga area proyek tetap kering. Genangan air tidak hanya memperlambat pengerjaan, tetapi juga menambah risiko terhadap stabilitas tanah dan keselamatan pekerja.
Berdasarkan pantauan wartawan di lapangan, proyek tersebut tak tampak lagi plang proyeknya dan ada juga bangunannya yang sudah selesai terlihat sudah ada yang retak-retak. Tentu hal ini menjadi tanya publik.
Menanggapi dugaan kongkalingkong yang berpotensi merugikan negara tersebut, LSM Lembaga Kontrol Advokasi (LKA) Elang Indonesia, Wisran saat ditanya wartawan, menyebutkan, setiap proyek pemerintah itu harus ada plang proyeknya dan tak boleh memasok material yang belum mempunyai izin galian C, karena Undang-Undang Nomor 04 Tahun 2009 tentang Minerba, terkhusus pada pasal 161 dijelaskan, setiap orang atau pemegang IUP operasi produksi atau IUPK operasi produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK atau izin, dipidana dengan ancaman penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
“Dalam UU RI Nomor 04 Tahun 2009 jelas diterangkan apa konsekuensi hukum jika menggunakan material dari tambang ilegal,” kata Wisran, Senin 30 Desember 2024.
Wisran pun meminta kepada aparat penegak hukum agar turun tangan menindaklanjuti temuan dugaan proyek yang memasok material ilegal itu dan menyelidiki sisi lainnya.
“Sesuai dengan instruksi Presiden RI, Prabowo Subianto menekankan kepada jajarannya untuk tidak terlibat korupsi dan Prabowo tak akan segan menindak pejabat yang korupsi,” ujar Wisran.
Ditambahkan Wisran, kita semua tahu proyek ini bertujuan untuk menyediakan prasarana air baku yang vital bagi masyarakat Kota Payakumbuh, namun berbagai permasalahan yang terjadi justru menunda penyelesaian proyek dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap pengelolaan dana pemerintah.
Wisran berharap agar pihak terkait segera mengambil langkah nyata untuk menyelamatkan proyek ini, memperbaiki kualitas pelaksanaannya, serta memastikan bahwa dana publik dikelola dengan transparan dan akuntabel.
Sementara itu, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) proyek Rehabilitasi Prasarana Air Baku Batang Agam Kota Payakumbuh, saat di konfirmasi wartawan seputaran dugaan kongkalikong serta pasok material Ilegal dan tak adanya plang proyek yang bernilai Miliaran rupiah tersebut, melalui pesan singkat whatsappnya, hingga berita ini diturunkan belum memberikan jawaban, diduga lagi sibuk.
(Yud)












