Mjnews.id – Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono pada Senin, 3 April 2023, membahas berbagai permasalahan hingga proses dan perkembangan dari penggarapan Ibu Kota pengganti Jakarta.
Yanuar Prihatin, Wakil Ketua Komisi II yang diketahui kritis menyoroti proses perkembangan IKN, dalam RDP kali ini konsisten menyampaikan sejumlah hal terkait Ibu Kota baru yang sebelumnya juga pernah dilontarkan kepada Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto di rapat-rapat sebelumnya.
Menjadi krusial yang berulang menjadi pertanyaan antara lain soal pengadaan tanah, hingga laporan dari proses IKN juga masih disebut gelap karena saat ini Badan Otorita IKN belum memiliki mitra di DPR.
“Saya to the point saja pak soal pengadaan tanah. Kita berharap wilayah yang hari ini kita plot menjadi IKN totalnya sekitar 256 ribu total dengan beberapa zonasi yang sudah kita atur berharap ke depan tidak menimbulkan masalah. Artinya tidak ada masalah yang tertinggal pada saat proses ini terus berjalan ke depan, karena itu kita (DPR) selalu mengingatkan ini eksisting lahan yang 256 ribu seperti apa?,” ujar Yanuar.
Ia juga menjelaskan bahwa sudah disebutkan asal lahan tersebut dari pelepasan kawasan hutan, dan jumlah yang bisa diakses sebanyak 36 ribu hektar. Data yang diperlukan, menurutnya itu adalah jumlah dari pelepasan kawasan hutan dari total 256 ribu hektar lahan IKN.
“Itu total sebetulnya yang berupa pelepasan kawasan hutan itu estimasinya ada berapa total dari 256 ribu itu. Kemudian yang kedua, eksisting lahan yang terkait dengan hak guna usaha (HGU) yang sudah ada itu berapa sebetulnya, kan tidak mungkin juga di sana tidak ada HGU,” kata Yanuar.
Saya kira, lanjutnya, kita semua tahu di sana ada lahan tambang, lahan industri, lahan eksplorasi dan seterusnya yang sebagian juga diperoleh melalui HGU. Kita juga ingin mengetahui penyelesesaiannya bagaimana terhadap para pengusaha yang memiliki itu seberapa luasnya.
“Kemudian tanah-tanah yang sudah atau belum terdaftar yang dimiliki masyarakat. Masyarakat yang dimaksud kategorinya banyak, ada individual atau private, mungkin peramba hutan, atau tanah komunal tanah adat atau bahkan mungkin tanah-tanah yang memiliki sejarah masa lampau yang panjang misalnya tanah-tanah kesultanan atau tanah lainnya termasuk juga tanah telantar,” papar legislator PKB Dapil Jawa Barat X itu.
Yanuar menyebutkan, semua catatan tersebut sampai saat ini masih simpang siur, adapun DPR telah menanyakan ke Kementerian ATR/BPN namun mendapat jawaban bahwa masih belum selesai proses pendataan.
“Bahkan ketika bertemu dengan Kanwil BPN Kalimantan Timur juga mendapat penjelasan yang sama yaitu ada hal-hal di mana masalah pada saat perolehan tanah itu juga terus berjalan, misalnya klaim dari warga atau kelompok tertentu soal kepemilikan tanah itu. Termasuk juga klaim dari pihak-pihak adat, komunal atau pihak kesultanan misalnya. Tentu klaim-klaim itu tidak boleh diabaikan,” paparnya.
Menurut Yanuar, klaim-klaim demikian harus dipertimbangkan, didalami dan ikaji soal kebenarannya hingga didapatkan solusi dari persoalan tersebut.
Selain itu, turut dipertanyakan soal anggaran proses pengadaan lahan di IKN yang masih belum jelas. Pasalnya Yanuar menjelaskan, jika dilihat dari mata anggaran BPN tidak ditemukan untuk pengadaan lahan IKN.
“Tadi bapak menyebutkan anggaran dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saya tidak tahu nanti skemanya seperti apa ke depan. Apakah memang pengadaan ini juga nanti terus dibebankan kepada APBN atau ada skema lain?,” paparnya.
“Nah kalau skema lain apakah nanti akan bertabrakan atau tidak dengan aturan yang ada. Kalau pengadaan tanah ini untuk IKN tentu ini otoritas kepentingan negara, berarti negara lah yang harus membiayai. Tapi kalau setelah dihitung ternyata sangat besar untuk pembiayaan tanah lalu bagaimana jalan keluarnya,” tambah Yanuar.
Ia juga menegaskan pentingnya hal tersebut dibahas sejak awal agar nanti bisa dimunculkan gagasan perlu atau tidaknya melibatkan pihak swasta atau investor untuk pegadaan tanah, di mana skema demikian dapat dibolehkan menurut aturan pengadaan tanah.
(eki)