banner pemkab muba
ParlemenHukum

Dugaan Korupsi Dana CSR BP Tangguh, Senator Filep Minta Kejaksaan dan BPK Lakukan Hal Ini

201
×

Dugaan Korupsi Dana CSR BP Tangguh, Senator Filep Minta Kejaksaan dan BPK Lakukan Hal Ini

Sebarkan artikel ini
Senator Filep Wamafma (Kanan) Saat Rapat Kerja Bersama Jaksa Agung Dan Wakil Jaksa Agung
Senator Filep Wamafma (kanan) saat rapat kerja bersama Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung. (f/dpd)

Mjnews.id – Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma, mengajukan permintaan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menyelidiki dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) BP Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat.

Filep menyatakan bahwa peran para pemangku kepentingan dalam masalah ini sangat penting, terutama dalam hal tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang dimasukkan ke dalam komponen biaya operasional migas yang dapat dipulihkan oleh pemerintah melalui cost recovery, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017.

Namun demikian, menurut Filep, penggunaan CSR sebagai bagian dari cost recovery merupakan hal yang tidak disetujui olehnya. Hal ini disebabkan karena pemerintah masih harus membayar kontraktor meskipun CSR dianggap sebagai bagian dari investasi, sehingga penerimaan negara dari Dana Bagi Hasil (DBH) berkurang dan berdampak pada penerimaan APBN. Filep juga menyoroti bahwa penerapan CSR sebagai biaya yang dapat diambil dari cost recovery bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Terkait BP Tangguh, Filep mengungkapkan bahwa sejak awal, ia telah mempertanyakan hasil atau dampak CSR dari cost recovery tersebut saat melakukan advokasi di kalangan masyarakat. Ia menemukan bahwa fakta di lapangan tidak sesuai dengan klaim yang dibuat oleh BP Tangguh.

Beberapa masalah yang ia temui adalah kurangnya transparansi terkait anggaran CSR, masalah air bersih yang menyebabkan masyarakat menderita penyakit, stunting, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang buruk, kemiskinan yang meningkat, rekrutmen tenaga kerja Orang Asli Papua yang minim, serta ketidakjelasan dalam pengelolaan dana abadi.

“Hal ini memunculkan dugaan adanya tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait dana ini,” ujar Filep di Gedung DPD RI, saat ditemui awak media, Senin (10/7/2023).

Filep menekankan pentingnya intervensi penegak hukum untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana CSR yang merupakan bagian dari cost recovery. Ia meminta Kejaksaan Agung dan BPK untuk turun ke lapangan, melakukan pemeriksaan, dan mengaudit penggunaan dana tersebut.

Ia juga menyebut bahwa perusahaan yang diklaim oleh BP Tangguh sebagai keberhasilan, yaitu Subitu, mengalami kerugian sebesar 2 miliar pada Juni 2018. Filep berpendapat bahwa jika ada empat perusahaan Subitu dengan nasib serupa, maka dugaan kerugian mencapai 26 miliar rupiah sejak tahun 2010.

Filep menegaskan bahwa berdasarkan undang-undang, Kejaksaan Agung memiliki kewenangan untuk menyelidiki tindak pidana korupsi dan ekonomi. Demikian pula, BPK memiliki tugas untuk mengaudit kewajaran biaya dalam cost recovery sejak tahun 1997, dan jika terdapat ketidakwajaran, BPK wajib melaporkan perkiraan kerugian negara yang timbul.

Sebagai informasi, Filep telah menyampaikan hal ini kepada Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung dalam Rapat Kerja bersama DPD RI.

Filep juga mengingatkan bahwa skema cost recovery sebelumnya menyebabkan penerimaan negara mengecil sementara pengeluaran membengkak. Pada tahun 2016, biaya cost recovery sebesar 10,4 miliar dolar Amerika Serikat, sedangkan penerimaan negara hanya 110,4 triliun rupiah. Setelah dilakukan audit BPK, ditemukan adanya penyimpangan cost recovery di beberapa perusahaan, termasuk Chevron, Pertamina EP, CNOOC SES Ltd, dan Premier Oil Natuna Sea B.V.

Dalam penutupan wawancara, Filep menekankan bahwa advokasi yang telah ia lakukan terhadap masyarakat adat di Bintuni terkait eksistensi BP Tangguh yang tidak jelas dalam CSR-nya harus ditindaklanjuti oleh penegakan hukum.

(dpd)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT

banner 120x600