banner pemkab muba
EkonomiPerbankan

Sri Mulyani: Utang Obligor BLBI Ditagih Hingga Garis Keturunan

109
×

Sri Mulyani: Utang Obligor BLBI Ditagih Hingga Garis Keturunan

Sebarkan artikel ini
Sri Mulyani Indrawati
Sri Mulyani Indrawati.

JAKARTA, MJNews.ID – Pemerintah akan terus mengejar obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) agar membayar kewajibannya dengan total Rp. 111 triliun. Negara akan mengejar hingga ke garis keturunannya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah membentuk Satgas BLBI untuk melakukan pemanggilan dan penagihan atas kewajiban mereka.
“Kita tidak akan mengenal lelah dan menyerah, kita akan terus berusaha mendapatkan hak kembali dari negara untuk bisa dipulihkan dan Tentu saya berharap kepada para obligor dan debitur tolong penuhi semua panggilan dan mari kita segera selesaikan obligasi atau kewajiban Anda semua yang sudah 22 tahun merupakan suatu kewajiban yang belum diselesaikan,” ujar Sri Mulyani di acara konferensi pers penyitaan aset BLBI di perumahan Perumahan Lippo Karawaci, Kelurahan Kelapa Dua, Tangerang, Jumat 27 Agustus 2021.
Sri Mulyani menyebut, pemerintah akan terus mengejar hal ini hingga ke keturunan dari obligor.
“Saya akan terus meminta kepada tim untuk menghubungi semua obligor ini termasuk kepada para keturunannya karena barangkali sekarang usahanya sudah diteruskan oleh para keturunannya jadi kita akan bernegosiasi atau berhubungan dengan mereka untuk mendapatkan kembali hak negara,” tuturnya yang dikutip detikFinance.
Kemarin, ada 49 bidang tanah yang telah disita terkait dengan skandal BLBI. Sebanyak 49 bidang tanah itu tersebar di sejumlah wilayah, termasuk di Karawaci, Tangerang.
“Tadi ada 49 bidang tanah yang terletak di empat titik lokasi luasnya 5.291.200 meter persegi. Lokasinya ada di Medan, Pekanbaru, Bogor dan hari ini kita hadir secara fisik di Tangerang Karawaci,” kata Sri Mulyani.
22 Tahun Beban Negara
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga bicara soal asal-usul Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia menjelaskan 22 tahun yang lalu, 1997-1999 terjadi krisis keuangan di Indonesia dan krisis keuangan tersebut mengenai perbankan yang menyebabkan banyak bank mengalami kesulitan.
Pemerintah dipaksa untuk melakukan apa yang disebut penjaminan blanket guarantee kepada seluruh perbankan di Indonesia saat itu.
“Dalam situasi kemudian banyak Bank yang mengalami penutupan atau dilakukan merger atau akuisisi. Dalam proses itu dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem keuangan maka Bank Indonesia melakukan apa yang disebut bantuan likuiditas kepada bank-bank yang mengalami kesulitan,” tutur Sri Mulyani.
Bantuan likuiditas itu dibiayai dalam bentuk surat utang negara yaitu surat utang negara yang diterbitkan oleh pemerintah yang sampai sekarang masih dipegang oleh Bank Indonesia. Pemerintah selama 22 tahun selain membayar pokoknya, juga membayar bunga utangnya karena sebagian dari BLBI itu ada yang menggunakan tingkat suku bunga yang memang sebagian dinegosiasikan.
Namun jelas, menurut Sri Mulyani, pemerintah selama 22 tahun menanggung tadi yang disebut langkah-langkah untuk menangani persoalan perbankan dan keuangan yang bebannya hingga sampai saat ini. Dalam rangka kemudian pemerintah untuk mengurangi atau mengkompensasi dari langkah penyelamatan perbankan, maka kemudian pemilik Bank atau debiturnya harus mengembalikan dana tersebut.
“Itulah yang kemudian muncul apa yang kita sebut tagihan dari apa yang kita sebut program bantuan likuiditas Bank Indonesia akibat krisis keuangan tahun 97-98. Jadi ini sebetulnya persoalan yang sudah cukup lama tapi yang jelas yang tadi disebutkan kan kita masih harus menanggung biaya tersebut dan biaya tersebutlah yang sekarang ini kita coba melalui Satgas BLBI untuk diminimalkan atau dikurangi caranya kita melakukan negosiasi dengan para obligor dan debitur untuk membayar kembali apa yang sudah mereka terima 22 tahun yang lalu Apakah sebagai pemilik Bank atau sebagai peminjam di bank yang dibantu oleh pemerintah,” papar Sri Mulyani.
(*/dtc)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT

banner 120x600