EkonomiKepulauan Riau

Tidak Transparan, Pengamat Sebut Nilai Investasi Pulau Rempang Tak Pengaruh Buat Warga

147
×

Tidak Transparan, Pengamat Sebut Nilai Investasi Pulau Rempang Tak Pengaruh Buat Warga

Sebarkan artikel ini
Pulau Rempang
Pulau Rempang. (f/ist)

Mjnews.id – Pengamat ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB), Adi Adiyanto mengatakan keputusan pemerintah merelokasi masyarakat Pulau Rempang dari tempat tinggal mereka akibat masuknya investasi pabrik kaca sangat mendadak dan tertutup.

Bahkan, pernyataan-pernyataan pemerintah soal investasi Pulau Rempang ini berganti-ganti baik soal nilai investasi, investor hingga jumlah proyek yang masuk ke sana. Awalnya, pemerintah sebut investor pabrik kaca di Rempang adalah perusahaan kaca terbesar kedua di dunia yakni Xinyi Group, kemudian berubah dan mengakui ada beberapa perusahan dengan beberapa proyek.

ADVERTISEMENT

Banner Pemkab Muba

“Kalau dari sisi ekonomi sebenarnya saya tidak anti investasi, investasi itu bagus ya, investasi itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi yang jadi persoalan adalah informasi satu ini mendadak jadi berita masyarakat harus direlokasi, penggunaan lahan itu serba mendadak, lalu kemudian itu ditetapkan menjadi PSN pula,” kata Adiyanto saat dihubungi, Senin (2/10/2023).

“Lalu kemudian ini akan dikembangkan oleh investor Cina, pabrik kaca yang ternyata berdasarkan data bukan pabrik kaca terbesar di dunia. Dan karena ada beberapa perusahaan dari Amerika Serikat dan Jerman, di Hongkong memang tidak ada,” sambungnya.

Langkah pemerintah yang mendadak ini kemudian menjadi tanda tanya bagi publik, baik dari nilai investasi, investor hingga jumlah proyek yang diawal disebut satu kemudian berubah menjadi 10 proyek.

“Ini semua menimbulkan pertanyaan publik ada apa ini, kok menjadi problem kira-kira begitu. Ada satu atau 10 perusahaan nah ini malah akan ada pertanyaan lebih lanjut lagi, awalnya satu perusahaan sekarang ada 10 malah, semakin bertanya-tanya publik, ada apa, intinya itu tranparansi terkait dengan rencana pengembangan investasi Pulau Rempang ini, karena sangat tidak transparan dan tidak sewajarnya,” ucapnya.

Dijelaskan Adiyanto, nilai investasi yang disebutkan oleh Menteri Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebesar Rp 174 triliun ini bukanlah satu ukuran kemajuan investasi di Indonesia, tetapi bagaimana investasi tersebut bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat di Pulau Rempang yang menjadi korban atas keinginan pemerintah.

“Kalau besaran investasi Rp 174 triliun tidak akan kesejahteraan masyarakat, itu sangat tergantung bukan kepada besarannya. Sekarang begini, memang bukan pada besarannya bahwa sebuah investasi itu tiba-tiba menjamin kesejahteraan. Kan investasi dibangun melibatkan masyarakat, nah pertanyaannya adalah apakah di Rempang melibatkan masyarakat tidak, rencananya saja masyarakat direlokasi seperti itu ini kan jauh dari unsur itu,” ungkapnya.

“Kemudian investasi itu bisa memberikan impact bagi kesejahteraan masyarakat tidak, investasi itu baik kalau katakanlah dia mendukung ekonomi rakyat, mendukung juga sosial kehidupan masyarakat yang ada di sana, seberapa besar investasi itu jenisnya kalau memang dia misalnya bisa dapat modal dari padat karya tentu akan jauh lebih besar seperti itu,” tambahnya.

“Nilainya Rp 1000 sekian triliun, besar ya, kalau besar tetapi tidak melibatkan masyarakat, kemudian tertutup tidak transparan kan agak sulit juga mengukurnya, tapi kita setuju investasi itu intinya,” jelasnya.

Adiyanto pun menyinggung soal luasnya lahan yang akan digunakan oleh pemerintah di Pulau Rempang, dimana pemerintah hanya akan menggunakan 8.000 hektare tanah dari total 17 ribu hektare. Artinya hampir setengah lahan yang akan digunakan oleh pemerintah.

Oleh sebab itu, menurut Adiyanto, jika pemerintah memang ingin melibatkan masyarakat dalam investasi itu, maka tidak perlu adanya relokasi warga yang sudah hidup puluhan tahun di Pulau Rempang.

“Apalagi dengan luas lahan yang ada, makanya seluas 17.000 hektare dan hanya 8.000 yang dipakai, kalau memang proyek itu melibatkan masyarakat, menurut saya kenapa harus direlokasi, kan tidak ada urgensinya,” paparnya.

“Intinya adalah kita setuju investasi tetapi banyak ketidaktransparanan dan serba mendadak, banyak pertanyaan yang menyebabkan kenapa banyak terjadi kontroversi kira-kira begitu. Problemnya itu adalah dilakukan secara mendadak, kita transparan saja, siapa perusahaan akan membangun ini semua tidak tahu dan itu yang menjadi problem,” tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa total nilai investasi yang akan disuntik oleh Xinyi Group di Pulau Rempang senilai Rp174 triliun mencakup 10 proyek yang akan dibangun secara bertahap. (***)

Kami Hadir di Google News

ADVERTISEMENT